Festival Seni Budaya 17 Kecamatan Flores Timur, catatan kecil




Sumber foto: Benediktus
Bereng Lanan







Ketika sedang
berada di Kota Larantuka, Flores Timur dalam rangka urusan dinas. Sebuah kebetulan
di dekat dengan hotel tempat menginap atau taman kota, sedang dilangsungkan Pentas
Seni dan Budaya Flores Timur yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Flores Timur. Walau tidak mengikuti sepenuhnya saya
memiliki gambaran tentang pelaksanaan, proses dan hasil yang didapatkan dari
event tersebut. Setiap kecamatan memiliki konsep yang sepertinya dari tahun ke
tahun mengambil tema yang sama berdasarkan cerita rakyat turun temurun dalam
masyarakat kebudayaan Lamaholot seperti mistisme, tradisi leluhur, tanaman
pangan, toponimi, hikayat dan lagenda, asal usul nenek moyang, suka cita dalam
panen, perang tanding dan lain sebagainya yang dikemas dalam seni tarian,
nyanyian, teater dan drama. Sebenarnya dalam gagasan, kebudayaan di Flores
Timur memiliki kebudayaan maritim yang kuat karena terdiri dari Flores daratan,
Pulau Adonara dan Pulau Solor. Namun representase dari semua pertujukan kurang
menempatkan laut sebagai ruang kebudayaan. Justru semangat darat yang terlihat yang
didominasi hasil kebudayaan bercocok tanam berupa pertanian hingga alat-alat
perang.





Pentas kebudayaan
ini memperlihatkan kekayaan daerah yang terus dipertahanakan demi menjaga
tradisi itu agar tidak punah. Kebudayaan juga menunjukan dua sisi yaitu
perdamaian dan perang. Banyak kecamatan yang mempertunjukan tarian perang dengan
membawa senjata tajam asli berupa parang dan tombak, menampilkan tarian-tarian
heroik menjunjung pedang terhunus menghujam ke atas, dilatari pekik suara keberanian
dan juga aksi menyeret parang di lantai hingga mengeluarkan percik api. Walau
sangat berbahaya namun hal ini dianggap biasa saja. Dari kebudayaan ini
setidaknya mengambarkan bahwa masa lalu kebudayaan Flores Timur pernah diwarnai
kekerasan, adanya perasaan curiga dan kewaspadaan tinggi. Kini di masa damai, budaya
itu hanya menjadi milestone pengingat
masa lalu, sehingga diharapkan tidak lagi menyulut konflik di masa kini. Namun
di sisi lain banyak kecamatan juga memhadirkan tema kebudayaan secara soft, tari-tarian lembut tentang
semangat membangun kehidupan keluarga dan masyarakat yang terlihat dalam
kehidupan di ladang pertanian. Selain itu ada juga kecamatan yang
memperlihatkan persilangan kebudayaan dengan kebudayaan lain, telihat dalam
aksen agama, busana, nyanyian, lagu dan tarian. Kesenian yang telah menjadi
kebudayaan daerah dengan berbagai pesan moralnya, sehingga menunjukan
keseluruhan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Lamaholot.





Dari kegiatan
yang digelar selama dua malam ini. Kabarnya telah dilaksanakan secara rutin
tahunan dengan memberikan piala secara bergilir dapat memupuk semangat mencintai
seni dan kebudayaan sendiri. Diharapkan juga dapat menghidupkan peran dan
perhatian pemerintah terhadap perkembangan sanggar-sanggar seni yang ada di
Kabupaten Flores Timur. Belum lagi kepesertaan yang melibatkan segala usia dari
yang muda hingga yang sudah uzur, seakan memberikan rantai estafet kebudayaan
yang tidak putus. Untuk terus mengembangkan potensi pertunjukan agar semakin
terlatih dan profesional dan dapat meningkatkan perkembangan ekonomi kreatif di
Kabupaten Flores Timur dan Nusa Tenggara Timur umumnya.





Datang bukan
sebagai peserta atau undangan, hanya sebagai orang yang kebetulan lalu lalang
di depan tempat berlangsungnya kegiatan, saya memiki beberapa catatan. Pertama,
Kegiatan ini tidak terlalu memancing perhatian warga Kota Larantuka, keramaian
hanya sebatas kehadiran perwakilan peserta dari kecamatan-kecamatan. Barangkali
disebabkan oleh minimnya sosialisasi oleh pelaksana kegiatan, padahal kegiatan
ini seharusnya bisa menjadi hiburan massal bagi warga kota kabupaten. Kedua,
kegiatan ini terkesan hanya sebagai lomba semata, padahal ada banyak peluang yang
dapat dilakukan, seperti untuk meningkatkan daya tarik wisata. Kegiatan ini
seharusnya diadakan bersamaan dengan kelender wisata lainnya di Kota Larantuka.
Dengan maksud dapat menambah hari menginapnya para wisatawan yang secara tidak
langsung meningkatkan sektor pariwisata melalui pertumbuhan lapangan usaha di sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Sebagai
tolok ukur pertumbuhan ekonomi kota, berdasarkan
kenaikan terhadap
Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Flores Timur. Disayangkan kegiatan yang sudah dikemas
secara apik ini, tidak menghadirkan wisatawan lokal dan mancanegara. Mereka
seharusnya diundang melalui promosi budaya dan diberikan tempat terhormat
sehingga  dapat  menjadi promotor bagi daerah dan negaranya.
Demikian catatan kecil dari event kebudayaan yang dilaksanakan di Kota
Larantuka dan membedah opportunity cost
dari kegiatan tersebut, untuk perbaikan pelaksanaan di masa yang akan datang.
(*)





Larantuka, 27-28 Agustus
2015

©daonlontar.blogspot.com




Komentar