Motor yang saya kendarai













Dahulu kala semua manusia berjalan
kaki untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tak ada pilihan lain. Lalu
dengan berkembangnya kemampuan manusia menjinakan hewan liar seperti kuda, maka
kuda dijadikan sarana transportasi yang efektif. Memiliki kuda di saat lalu
sangat prestisius, karena menjadi alat transportasi yang memudahkan seseorang
untuk berpindah tempat dengan cepat. Kemudian akhirnya ditemukan roda, roda
dinilai sebagai penemuan spektakuler, jadi bisa dibayangkan jika teknik roda
belum ditemukan mustahil kini kita bisa berkendara. Roda menjadikan kereta
dengan mudah ditarik oleh kuda, lalu kemudian terciptalah sepeda yang secara
berlahan mengantikan peran kuda dengan menggunakan tenaga manusia. Akhirnya
ditemukan sepeda motor dan mobil yang menggunakan tenaga bahan bakar minyak. Kini
di era modern punya kendaraan sendiri bukan hal spesial lagi. Karena kehidupan
yang semakin dinamis dan efisien, sehingga memiliki kendaraan memudahkan dalam
melaksanakan berbagai urusan.





Masuklah pada tema kendaraan yang
saya kendarai. Di tahun 2009, setelah mendapatkan pekerjaan tetap, dan memiliki
tabungan yang mencukupi, saya memutuskan membeli tunai sebuah kendaraan roda
dua seharga Rp. 16,3 juta kala itu. Sepeda Motor Solo Honda NF 125 TR / Supra X
125 CC Black, tahun pembuatan dan perakitan 2009. Kini motor tersebut tepat
telah berusia 5 tahun dan beberapa komponennya sudah diganti. Ibarat manusia
sudah ada beberapa organ yang telah digantikan dengan organ yang baru. Seingat
saya adalah ban belakang, gear, accu dan dinamo start dan beberapa komponen lainnya seperti spion, busi dan
masih ada lagi bebarapa komponen kecil yang saya tak pahami namanya. Motor ini
juga telah merekam tiga kali kecelakaan yang saya alami, dan semuanya adalah
kecelakaan tunggal dan hanya menyisakan luka-luka yang tidak parah serta
beberapa lecet di motor. Salah satunya luka pada lengan kanan bawah yang
membekas, diperoleh ketika dalam perjalanan menuju Kota Soe (110 km dari Kota
Kupang) tahun 2010 lalu.










Dalam usia tepat lima tahun, motor ini
telah menjalani perjalanan sejauh 40.459 Kilometer atau sudah satu putaran
lebih mengelilingi dunia dengan rata-rata 8.092 Km setahun dan 674 Km sebulan.
Jika garis katulistiwa terbangun dengan daratan dan jalan raya maka kilometer
yang telah ditempuh motor saya telah melewati keliling bumi yang menurut ilmuan
sejauh 40.075 kilometer. Sedangkan kebutuhan BBM yang sudah dipakai, dengan
asumsi hasil ukuran sendiri 16 liter sebulan selama 5 tahun (60 bulan), maka
motor ini telah mengkonsumsi ± 957 liter bensin atau hampir mencapai 1
kiloliter (1.000 liter) atau sekitar 252 gallon (US) (1 gallon = 3,7 liter)
atau juga dengan memakai ukuran barrel, menjadi 6 barrel (1 barrel = 159 liter),
dengan perhitungan 1 liter dapat menempuh jarak sejauh 42,2 Km. Seandainya saya
mengendarai motor ini keliling dunia tanpa macet dengan kecepatan tetap 100
km/jam, tanpa istirahat maka akan memerlukan waktu sebanyak 16,69 hari sama
saja dengan saya menyebutkan telah berkendara selama hampir 17 hari dalam lima
tahun usia motor saya. Dengan asumsi setiap 2.000 km saya mengganti oli mesin,
maka motor saya telah ganti oli sebanyak 20 kali.










Semuanya bisa menjadi kenangan, salah
satunya adalah dari kendaraan yang digunakan sehari-hari. Mesin tanpa jiwa yang
selalu menemani dalam suka dan duka, hampir selalu bersama-sama dalam panas,
dingin, terang, gelap dan hujan. Jika motor ini memliki jiwa ala Transformers,
tentu kita akan bercerita banyak tetap berbagai hal yang sudah kita lewati. Motor
ibarat kuda yang telah menjelma menjadi tunggangan besi, dari makhluk organis
yang telah berubah menjadi mesin lincah. Kuncinya dengan membangun chemistry  sepihak melalui pemberian “nutrisi” memadai
dan “pemeriksaan kesehatan” rutin di bengkel agar tetap menjalankan tugasnya
sebagai kendaraan. Walau tanpa jiwa, mesin telah begitu banyak membantu umat
manusia. 





Kita biasa mendengar beberapa orang
menyimpan atau bahkan masih memakai kendaraan pertamanya ketika baru mulai
merintis karir dalam pekerjaan di masa muda. Kendaran itu sudah menjadi antik, enggan
untuk dipidahtangankan atau dijual. Kadang di simpan bagai barang rongsokan yang
hanya untuk diperhatikan dan selalu dirapikan, dielus hingga mengkilap,
menjadikan barang bernilai sejarah dalam hidup. Menjadi koleksi pribadi yang
menyimpan berbagai memori dan mengingatkan tentang perjuangan di masa lalu. Semua
hal bisa melekat pada kendaraan yang kita kendarai, misalnya dari membeli
dengan keringat sendiri, kenangan dalam menjalani rutinitas pekerjaan
sehari-hari, menjalani berbagai urusan di luar pekerjaan hingga kisah-kisah
percintaan. Dan tentu sampai saat ini, saya menyakini motor masih menjadi
kebutuhan sebagai moda transportasi yang paling murah. (*)


Kupang, 29 Agustus 2014

©daonlontar.blogspot.com




Komentar