Pentas Tarian Bidu Hodi Hakdaur













Nusa Tenggara Timur selalu
memberikan corak kebudayaan yang berbeda dengan wilayah lainnya di Nusantara.
Salah satunya bisa dilihat dari beragamnya jenis tarian dari daerah
ini. Umumnya tarian asal NTT memiliki kesan tarian pergaulan, ritual adat istiadat, pesta 
perkawinan,  pesta  panen 
baru  atau  acara 
dengan nuansa kegembiraan lainnya. Kini tarian yang semula hanya dilihat oleh kalangan terbatas,
saat ini telah dipentaskan diruang publik yang lebih luas. Tarian sebagai sebuah kesenian memperlihatkan gerak tubuh yang memiliki irama, dengan menampilkan tema masing-masing seperti tari pergaulan, ungkapan perasaan, maksud dan
pikiran. Tarian tentunya selalu diiringgi dengan alat musik yang membantu mengiringi penari untuk lebih mengekspresikan diri secara estetis. Keharmonisan sebuah tari
tentunya dilihat dari aspek yang ditampilkan yaitu wiraga (raga), wirama (irama), dan wirasa (rasa). 









Salah satu tarian asal Nusa Tenggara
Timur yang menawan adalah Tari Bidu Hodi Hakdaur, dikembangkan dari
tarian Likurai dari Etnis Belu Nusa Tenggara Timur, yang dilakonkan  oleh 
sejumlah  laki-laki  dan  perempuan pilihan
dengan  mengenakan  pakaian 
adat  lengkap  dengan 
aksesorisnya. Tarian  ini  biasanya 
dipersembahkan  dalam  rangka menyambut tamu kehormatan, hiburan
pada perayaan pesta perkawinan dan pada acara ritual adat lainnya.










Sebagaimana NTT tidak mengenal tarian tunggal yang hanya dimainkan oleh
satu orang, di NTT tarian selalu ditampilkan secara berkelompok (group choreography) atau tarian yang diperagakan lebih dari dua orang, atau
bahkan hingga ratusan orang yang menunjukan sisi egaliternya. Dengan demikian tarian ini merupakan salah satu tarian pergaulan (social dance) yang mengembangkan unsur
tradisional dalam kemasan yang kreatif dan inovatif. Tarian diawali dengan para laki-laki yang gagah
menarikan gerakan kaki dengan lincah, kokoh dan khas, sambil memainkan atau menyuarakan  bunyi 
giring-giring  mengikuti  irama 
gendang  yang  ditabu oleh pengiring. Setelah itu datanglah sejumlah penari perempuan dengan berlenggak-lenggok menawan sambil memainkan dengan lincah
jari-jemari  tangan  memukul gendang atau alat pukul Bibiliku
(tambur), yang  dililit  disamping 
kiri, sambil terus meliuk-liukkan tubuhnya dengan semangat
yang riang gembira. Juga terdapat kareografi
berpasangan dan secara berkelompok membentuk
lingkaran. Tarian ini terus menampilkan gerakan-gerakan
yang penuh semangat yang ditampilkan secara enerjik seperti kelihaian memainkan parang
dalam tarian.





Tarian ini diiringi oleh ritmik musik
hasil perpaduan antara pukulan gendang, gong, tambur
dan tiupan recorder serta syair bahasa adat yang sarat akan makna spirit
perjuangan
serta terakan pekik yang nyaring bersahut-sahutan menandakan kemenangan. Nyanyian lagu
daerah diselingi dalam tarian ini, yaitu lagu daerah rakyat Belu, Loro Malirin dengan
lirik: Oras loro
malirin, teu tanis lakateu tanis, tanis na'ak nian ina, ro sina sa'e ro sina.
Taka sela ba kuda, lun turu bete lun turu, bete keta lun turu, mai kikar ba mai
kikar.
Tarian yang dinamis ini, memperlihatkan laki-laki dan
perempuan dengan balutan busana tenun ikat Suku
Belu dan perangkat aksesoris lainnya, seperti adanya tais (tas tradisional) dan kelewang (parang tradisonal) yang
dikenakan para penari membuat tarian menampilkan kekayaan budaya etnik NTT
yang eksotik. 





Sebagai karya seni dan budaya NTT, tarian tradisional ini diwariskan secara
turun temurun, tentu mengandung nilai filosofis, simbolis dan religius. Direpresentasikan dalam ragam gerak tari dengan makna yang tersirat.
Kita tidak terlalu memperhatikan makna asli dari tarian ini, hanya mengagumi
gerakan tari yang memukau. Tetapi jika kita tinjau lebih dalam dengan
memperhatikan aspek historis, tarian ini sebenarnya adalah tarian untuk
menyambut kedatangan panglima perang yang berhasil menaklukan lawan. Memperlihatkan
barisan laki-laki yang gagah memainkan perang dengan menebas kepala-kepala
musuh dan membawa pulang kepala musuh untuk disambut, dalam barisan perempuan
yang menabuh gendang dengan riang gembira merayakan kemenangan perang. Namun
zaman telah berganti dan perang hanya menjadi sebuah masa lalu. Kini tarian ini
hanya dilihat sebagai sebuah hiburan semata,  dengan makna dan semangat baru yaitu:
kebersamaan, kegembiraan dan kegotongroyongan.





Sebagai tarian kreasi dari pengembangan
tarian daerah, tentunya tetap memperhatikan kaidah dan pakem ragam gerak tari tradisional, musik pengiring, formasi, serta riasan dan busana yang dikenakan
penari. Sehingga apa yang ditampilkan tanpa
menghilangkan esensi tradisinya. Banyak tarian yang semula untuk ritual keagamaan dan ritual adat lainnya, kemudian dalam perkembangan zaman, tarian ini berubah
menjadi tarian penyambutan tamu dan hiburan. Namun demikian
bukan berarti tarian ini kehilangan kesakralannya, walau sudah dikemas secara modern karena tidak lagi ditampilkan tertutup, tetapi sudah dihadapan publik yang lebih lebih luas, seperti dipentaskan di gedung-gedung
dan hotel berbintang.





Tarian yang diproduksi Laboratorium UPTD Taman Budaya Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Timur ini, telah sukses mendulang perhatian dan penghargaan di tingkat
nasional terutama penataan tari yang memukau. Tarian ini dibawakan oleh pelajar
di Kota Kupang dengan usia 13-18 tahun. Memberikan peluang bagi muda-mudi untuk menyalurkan bakat secara
positif, juga dapat membentuk generasi mendatang yang lebih disiplin, inovatif
dan kreatif. (*)





Kupang, 11 April 2015

©daonlontar.blogspot.com




Komentar