Aku datang dari Ayah dan Ibuku (Catatan Anakku)











Aku dilahirkan pada hari selasa tanggal
26-01-2016, bukan karena direncanakan begitu saja, ada proses hingga aku
dilahirkan di tanggal itu. Berdasarkan advice dokter ahli kandungan yang sudah
setahun lalu menangani kesehatan reproduksi ibuku, bahwa aku sejak bulan ke
tujuh kehamilan ibuku telah memiliki satu lilitan dileherku layaknya
menggunakan syal. Namun di minggu ke delapan lilitan bertambah menjadi dua,
sehingga disarankan untuk menghindari resiko dengan menjalani persalinan sesar.
Namun tidak serta merta saran itu di terima orang tuaku, ayah dan ibuku seolah
mengulur-ulur waktu agar persalinan bisa berlangsung normal saja. Tak sesuai dengan
harapan waktuku berada di kandungan sudah berada dipenghujung dan belum
memberikan tanda bahwa aku akan segera lahir dan akhirnya ayah ibuku mengambil
keputusan untuk segera melakukan operasi sesar tanpa harus mencoba menggunakan
perangsang. 






Menurut orang tuaku, tanggal lahirku cantik. Secantik wajahku ketika aku diperkenankan
bertemu alam lahir. Ketika aku lahir ayahku mendampingi ibuku yang berusaha
menahan rasa sakit sambil terus merapal doa-doa.. Sementara calon nenekku dari
ibu sedang menunggu di luar ruang operasi menantikan aku sebagai cucunya ke
tiga, di saat yang sama cucu pertama dari ibu ayahku. Aku adalah anak-anak
terpilih yang harus lahir bukan melalui jalan lahir namun melalui perut, bukan
melalui pintu tapi melalui jendela. Di dalam rahim perut ibuku aku dibesarkan
dan melalui belahan perut ibuku aku dikeluarkan. Lahir pukul 13.31 dengan berat 3.300 gram dan panjang 48
cm. Diagnose awal kelahiranku adalah asfiksia sedang dan
oligahidramnion. Mungkin karena aku terlalu lama berada dalam kandungan, di mana
usiaku dalam kandungan 41 minggu 4 hari. Kelahiranku di tangani oleh tiga
dokter spesialis dan beberapa tenaga medis lainnya. Para dokter yang menangani
proses persalinan dan kelahiranku yaitu dr. Hendriette Irene Mamo Sp.Og, dr.
Intin Talantan Sp.An dan dr. Woro Indri P. Purba, Sp.A.





Beberapa saat setelah aku dillahirkan, suara ayah yang tak merdu mulai
mengalunkan adzan dan iqomah dikedua telingaku, memberi aku rahmat Islam hingga
saat kelak aku pandai mengucapkan syahadatain. Ayah dan ibuku sepakat memberi
nama Aisya Faiha Usman. Nama
pertamaku adalah pesanan nenekku dari ayah dan selebihnya adalah pemberian
ayah. Aisya Faiha diartikan sebagai istri pedamping nabi yang banyak
kelebihannya, sehingga nama Aisya Faiha
Usman
artinya anak ayah dan ibu yang akan menjadi perempuan terbaik, mengikuti
sifat mulia isteri nabi dan dianugerahi berbagai kelebihan yang bisa berbuat
apa saja demi kebaikan kedua orang tuanya dan keluarga.








Selamat datang Anakku! (Ayah)





Aku dilahirkan di Rumah Sakit Wirasakti Kupang beralamat di Jalan Moch.
Hatta No. 19 Oebobo-Kupang. Anehnya di hari kelahiranku tak ada proses bersalin
dan kelahiran selain diriku. Ruangan melati yang biasanya ramai dengan hiruk
pikuk ibu yang mengandung dan melahirkan beserta keluarga, kini begitu sepi.
Dan tak disangka juga kalau di hari yang sama Kepala RSPAD Gatot Subroto
Jakarta, seorang jendral bintang satu sedang datang berkunjung ke RS Wirasakti
Kupang dan sempat berbincang-bincang dengan ibuku beberapa jam sebelum ibu
memasuki ruang operasi. Aku dan ibu menginap selama tiga hari di rumah sakit,
di ruang yang sama di mana ibu hampir setahun yang lalu (12 Februari 2015)
melakukan tindakan medis kuret, ketika kakak pendahuluku sebagai janin dengan
usia hampir dua bulan tak berkembang dan ibu harus mengalami keguguran
dikehamilan mudanya.





Sejak dilahirkan aku untuk pertama kalinya belum terlalu mengenal dunia. Kemampuan memoriku untuk mendokumentasikan segala hal belum bisa bekerja. Kelak aku hanya mengandalkan cerita dari kedua
orang tuaku. Di saat aku mulai merasakan oksigen, walau agak
terlambat, namun aku kemudian menangis sekeras mungkin untuk memastikan tubuhku terisi oksigen, wajah dan tubuhku yang sebelumnya terlihat biru hingga ungu berlahan-lahan memerah dan menampakkan bahwa aku memiliki kulit yang putih
dan bersih. Itulah pertama kalinya aku bersahabat dengan alam. Suasana hangat sudah dirasakan sejak aku dilahirkan, hujan di hari kedua kelahiranku dan merasakan guyuran air hangat mandi di esok hari kelahiranku.





Tubuhku masih lemah, gerakanku masih terbatas. Sayangnya aku harus meminum
susu formula nutrilion terlebih dahulu di hari pertama kehidupanku, karena
ibuku belum bisa menghasilkan ASI. Selanjutnya proses biologis yang kemudian
mempertemukan aku dengan ASI ibuku di hari ketiga. (*)





Sepenggal awal
ceritaku yang ditulis Ayah….


Kupang, 30 Januari 2016


©daonlontar.blogspot.com




Komentar