Tanjung Takari Noelmina










Foto: Rens Benu





Ketika masih
tinggal di pedalaman Pulau
Timor, saya hampir selalu bolak balik Kota SoE-Kupang-SoE, semua
dilakukan hampir di setiap suasana hari entah itu shubuh, pagi, siang, petang
hingga malam dan juga di
segala suasana hati baik senang maupun sedih. Dalam keremangan fajar hingga gelap malam
masih ada terlintas dalam bekas
sisa-sisa memori yang tak hilang di mata. Seperti jigsaw yang berkelebat dalam ingatan perjalanan menggunakan bis
antar kota dalam provinsi, ketika melewati dan melihat lekukan jalan, jembatan,
turunan dan mendaki sesuai dengan topografi Pulau Timor. Entah dalam sadar atau
sedikit tertidur semua itu kini sudah sangat jarang dilakukan lagi. Semua itu
terjadi antara tahun 1997-2000 hingga 2006-2009.







Salah satu simpul perjalanan yang menjadi ingatan adalah melewati Tanjung
Takari Noelmina. Sebuah jalan yang menghubungkan Kota Kupang dan Kota SoE
dengan sisi Sungai Noelmina yang luas dan tebing tinggi disisi yang lainnya. Tempat
ini menjadi salah satu titik orientasi, menandakan hampir separuh jalan dari
dan ke Kupang. Dahulu tempat ini paling sering terjadi longsor terutama di
musim penghujan hingga memutuskan jalan antara Kupang dengan berbagai kota di
pulau ini. Sehingga kemudian tebing ini dikikis alat berat eskavator dan
dipasangi ratusan bronjong. Tak jauh dari tempat ini kita akan menemukan
Jembatan Noelmina yang merupakan perbatasan antara Kabupaten Kupang dan
Kabupaten Timor Tengah Selatan. Jika sebelum jembatan nama tempatnya Takari,
maka setelah jembatan nama tempatnya Batu Putih. 





Satu lagi kenangan di tanjung ini adalah melihat kumpulan kambing yang
suka mendaki hingga puncak tebing tanjung. Ketika melihat pemandangan itu hati
merasa miris, dimanakah para gembala kambing hingga membiarkan ternaknya
mendaki yang bisa membahayakan jika terjatuh. Puluhan tahun asumsi pikiran saya
masih menganggap kejadian itu tidak lazim dan sangat ekstrim, tetapi kini baru
saya ketahui ternyata mendaki tebing adalah kegemaran kambing dan tampaknya
hampir seluruh kambing memiliki minat yang sama. Kambing yang hidup di padang stepa
hingga sabana mungkin memiliki insting untuk mendaki jika mereka bisa menemukan
tebing, tetapi jika tebing tak ditemukan insting mendaki mereka sepertinya tak
akan hilang, karena pohonpun bisa menjadi tebing bagi mereka. Serupa dengan
kuda yang punya kegemaran berlari kencang, primata yang suka bergelantungan di
pepohonan, hingga lumba-lumba yang melompat di atas laut ketika berenang. Sebagaimana
hobby adalah kegemaran, kambing mendaki sebenarnya bukan untuk mencari makanan,
makanan bisa ditemukan di tempat datar. Sehingga mendaki sepertinya untuk mengisi
waktu kambing dengan keisengannya, seperti layaknya manusia.







 Ilustrasi: dailymail.co.uk





Kambing adalah mamalia berkuku yang mempunyai tanduk dan kulit tebal. Kambing
memiliki kuku terbelah dengan dua jari kaki yang dapat melebar
untuk meningkatkan keseimbangan saat mendaki. Kuku kambing juga memiliki pinggiran yang tajam yang dapat mencengkram
babatuan karang. Sedangkan bantalan lunak kasar di bagian bawah telapak kakinya, memberikan cengkeraman seperti
sepatu untuk mendaki secara alami. Kambing terbilang cukup kuat dan gesit dan jika berada di dua tebing mampu melompat hingga beberapa meter jauhnya. Kemampuan kambing dalam mendaki tak dapat diragukan bahkan melebihi hewan
mamalia lainnya bahkan melewati skill manusia, terutama yang dikenal sebagai
kambing gunung, mereka dapat mendaki tebing-teebing terjal yangi menurut
informasi tersebar dari Alaska hingga Amerika Serikat (Rocky Mountains),
dan menyebar juga dari sebagian Asia tengah hingga India.  





Sebuah hikmah dari
perjalanan, kita akan menemukan secercah pelajaran dalam hidup, bahwa hidup
adalah perjalanan yang tak putus-putusnya kita diam bukan berarti kita tidak
melakukan perjalanan tetapi karena sebenarnya kita melakukan hijrah bukan hanya
secara fisik tetapi juga batin dan dalam hijrah itu kita selalu menyimpan
kenangan dan pelajaran, walau hal itu terbilang kecil atau sambil lalu. (*)


Kupang, 11 Januari 2016


©daonlontar.blogspot.com




Komentar