Strategi Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Politik melalui Pusat Pembelajaran Ina Bo’i Berbasis Masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur







Dalam pelaksanaan Pendidikan
dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II (Diklat PIM II)  Angkatan V tahun 2016 yang diselenggarakan
oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia, yang dikuti oleh
60 peserta dari berbagai kalangan yang berasal dari pimpinan eselon II dari lintas
kementrian, provinsi dan kabupaten/kota dari berbagai daerah se-Indonesia. Pada
kesempatan tersebut Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi
Nusa Tenggara Timur menggagas penyusunan Rencana Proyek Perubahan (RPP) dalam
wujud inovasi pembangunan bagi perempuan yang akan dilaksanakan di daerah.
Berangkat dari penugasan tersebut, telah disusun sebuah Rencana Proyek
Perubahan (RPP) dengan judul Strategi
Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Politik melalui Pusat
Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

yang telah melewati berbagai proses pengusulan ide, mentoring, coaching hingga pembahasan telah
dituangkan dalam wujud Laporan Proyek Perubahan (LPP). Berdasarkan hasil
pengujian, penilaian dan evaluasi maka Laporan Proyek Perubahan ini mendapatkan
nilai sangat memuaskan dan menempati sepuluh besar.









Gagasan inovasi
tersebut berdasarkan pada hadirnya perspektif gender dalam Perencanaan
Penganggaran Responsif Gender (PPRG), sebagai upaya untuk mengembalikan ruh perencanaan
dan penganggaran agar lebih adil bagi semua: perempuan, laki-laki, anak, kaum
marginal, disabilitas dan minoritas serta kelompok-kelompok yang sangat rentan,
yang biasanya sulit dipotret dalam perencanaan dan penganggaran yang
konvensional. Salah satu cara untuk merealisasikannya adalah melalui
pengambilan keputusan sebagai sebuah instrumen politik dalam perencanaan dan
penganggaran. Politik tidak hanya dilihat dari seberapa banyak perempuan yang
menduduki jabatan legislatif di daerah, namun dapat dilihat dari gradasinya
hingga tingkat lebih kecil atau terendah. Sehingga akses, partisipasi, kontrol
dan manfaat pembangunan bagi perempuan melalui pengambilan keputusan dapat
terlaksana dengan menciptakan kebijakan publik dari lingkup yang paling kecil
dimulai dari keluarga, Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Desa/Kelurahan
(Badan Permusyawaratan Desa), Kecamatan, hingga Kabupaten/kota dan provinsi.





Kondisi tersebut dapat
terlaksana dengan membangun kader perempuan sebagai perempuan potensial yang
dikembangkan di lingkup kecamatan, yang akan membangun hingga tingkat grass root dengan membawa berbagai
agenda pemberdayaan yang pro life,
pro-poor, pro-job
dan pro-green.
Di ranah terkecil di mulai dari tingkat RT, para kader membentuk preferensi
politik melalui pendidikan politik bagi masyarakat perempuan serta mendorong
mereka sebagai perempuan potensial untuk menjadi pemimpin dengan membentuk
jejaring sebagai modal sosial dan politik dalam pembangunan perempuan di
daerah.













Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, urusan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan Urusan Pemerintahan
Wajib. Salah satu pembagian urusan pemerintahan bidang pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak dengan Sub Urusan Kualitas Hidup Perempuan adalah melalui pelembagaan Pengarusutamaan Gender
(PUG) pada lembaga pemerintah tingkat daerah provinsi, untuk itu perlu dibentuk
pelembagaan PUG di daerah melalui pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum,
sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan, serta penguatan dan
pengembangan lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan tingkat daerah
provinsi, sehingga dibentuklah Pusat
Pembelajaran Ina Bo,I Berbasis Masyarakat
yang mengorganisasikan perempuan
dalam lembaga non formal dalam penguatan politik perempuan di daerah.





Permasalahan mendasar
pembangunan adalah belum tersentuhnya hasil pembangunan ke kelompok-kelompok
masyarakat yang membutuhkan. Karena memiliki daya tawar yang rendah maka
kelompok ini sering terabaikan dalam pembangunan. Kelompok rentan ini meliputi
penduduk miskin, penduduk penyandang cacat, penduduk wilayah terpencil,
penduduk usia lanjut, petani, nelayan dan sebagainya. Dalam kelompok-kelompok
tersebut perempuan dan anak adalah kelompok terbesar yang seharusnya juga
mendapatkan perhatian.





Sebagai gambaran data,
keadaan penduduk tahun 2014
menunjukkan bahwa
secara
umum penduduk perempuan
lebih banyak dibandingkan
laki-laki.
Persentase penduduk perempuan sebesar
50,45
persen sedangkan
laki-laki sebesar 49,55
persen.
Sex ratio penduduk Nusa Tenggara Timur sebesar
98,23, artinya dari
setiap 100 penduduk perempuan terdapat
98
penduduk laki-laki.
Namun perempuan mengalami berbagai masalah dalam pembangunan misalnya di bidang
pendidikan pada tahun 2014, terdapat 7,62 persen penduduk usia 10 tahun ke atas
buta huruf. Angka buta huruf perempuan sebesar 8,52 lebih tinggi dari pada
laki-laki sebesar 6,68 persen. Pada kelompok umur 10 tahun ke atas, perempuan
yang menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar (SD/sederajat),
persentasenya lebih tinggi dibandingkan laki-laki, sebaliknya untuk jenjang
pendidikan menengah (SMP/sederajat hingga SMA/sederajat). Di Bidang Ekonomi dan
Ketenagakerjaan, jumlah persentase perempuan sebagai pengangguran terbuka
sebesar 3,30 persen. Persentase perempuan yang mengurus rumah tangga secara
total adalah 25,92 persen. Sementara itu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TKPK) perempuan yaitu sebesar 58,33 persen lebih rendah dari laki-laki sebesar
80,00 persen. Persentase perempuan yang bekerja pada kegiatan formal hanya
sebesar 35,52 persen dan yang bekerja pada kegiatan informal sebesar 45,52
persen. Pekerja perempuan informal terbanyak adalah sebagai pekerja keluarga
atau pekerja tidak dibayar (70,16 persen) dan pekerja bebas di pertanian (48,01
persen). Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan secara total
sebesar 3,30 persen dan laki-laki sebesar 3,23 persen.





Selain itu data kasus
kekerasan terhadap perempuan dari 2.114 kasus di tahun 2012 menurun menjadi
1.568 kasus di tahun 2013 dan kemudian menurun lagi menjadi 1.054 kasus di
tahun 2014. Walau terjadi penurunan dari tahun ke tahun kekerasan terhadap
perempuan dan anak bukan berarti tren penurunan selalu menunjukan realitas,
karena banyak juga kasus yang tidak dilaporkan atau telah diselesaikan secara
kekeluargaan.





Semua permasalahaan
itu memerlukan treatment yang tepat
diantaranya melalui perencananan dan penganggaran dalam pembangunan. Salah satu
instrumen atau pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik sebagai
bagian dari pengambilan keputusan. Di bidang politik sendiri peluang perempuan
yang bekerja di lembaga pemerintahan khususnya legislatif semakin terbuka
seiring dengan banyaknya perempuan yang bekerja di sektor publik. Hal ini
memperlihatkan bahwa perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dengan
laki-laki untuk berkarya dan berperan serta meningkatkan partisipasi perempuan
dalam pembangunan. Kuantitas perempuan yang bekerja di sektor publik sebaiknya
juga diikuti oleh kualitas yang baik agar perempuan kedepannya bisa mendapatkan
posisi-posisi yang strategis di berbagai lembaga pemerintahan. Kesempatan yang terbuka lebar bagi perempuan untuk
duduk di lembaga legislatif menandakan bahwa ukuran kualitas perempuan juga
tidak kalah dibandingkan laki-laki. Peningkatan jumlah perempuan terpilih tidak
hanya menunjukkan bertambahnya minat perempuan masuk dalam dunia politik untuk
menjadi wakil rakyat, namun dapat juga mengindikasikan meningkatnya pemahaman
masyarakat bahwa perempuan memasuki dunia politik adalah penting dan perlu
didukung. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang partai
politik yang menyatakan bahwa parpol harus memenuhi kuota 30 % bagi perempuan
dalam politik terutama di DPRD. Sayangnya
aturan tentang keterwakilan 30
persen perempuan hanya berlaku untuk daftar calon anggota dewan pada setiap
dapil. Jadi jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota dewan sebenarnya
tidak mencerminkan kuota keterwakilan 30 persen perempuan dalam legislatif.





Hal
tersebut tergambarkan dalam hasil pemilihan anggota DPR-RI dan DPD-RI Periode
2014-2019 asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur, dari anggota DPR-RI
sebanyak 13 orang dan DPD-RI sebanyak 4 orang, tidak satupun diwakili oleh
perempuan. Jika dibandingkan dengan anggota DPR-RI dan DPD-RI Periode 2009-2014
asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur, Anggota DPR-RI sebanyak 13 orang, 1
diantaranya perempuan dan DPD-RI sebanyak 4 orang, 2 diantaranya perempuan. Sedangkan
untuk tingkat anggota DPRD Provinsi & DPRD Kabupaten/Kota se Provinsi Nusa
Tenggara Timur periode 2014-2019 berjumlah 715 orang anggota, yang terdiri dari
anggota laki-laki sebanyak 615 orang (91,04%) dan anggota perempuan sebanyak 64
orang (8,95%). Hasil ini sedikit lebih baik jika di bandingkan dengan anggota
DPRD Provinsi & DPRD Kabupaten/Kota se Provinsi Nusa Tenggara Timur periode
2009-2014 berjumlah 679 orang anggota, yang terdiri dari anggota laki-laki
sebanyak 627 orang (92,34%) dan anggota perempuan sebanyak 52 orang (7,65%)
.





Hasil
pemilihan anggota DPRD Provinsi & Kabupaten/kota se Provinsi Nusa Tenggara
Timur periode 2014-2019, dengan jumlah perwakilan anggota perempuan terbanyak
yaitu di Kabupaten Malaka 24 %, TTS 20 %, dan Ngada 20 %, sedangkan Kabupaten
Lembata, Flores Timur, Nagekeo, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah tidak
memiliki perwakilan di DPRD. Ketidakterpilihan perempuan dalam lembaga
legislatif di daerah diantaranya disebabkan karena perempuan kurang percaya
diri dalam berkompetisi dengan laki-laki dalam dunia politik dan juga perempuan
tidak mendukung perempuan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh budaya di
beberapa daerah yang belum memberikan ruang kontestasi bagi perempuan untuk
menjadi wakil penyambung suara masyarakat. Walhasil keterwakilan perempuan
dalam lembaga legislatif di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih jauh dari
memadai.















Berangkat
dari data di atas, diperlukan sebuah inovasi untuk membangkitkan gairah politik
perempuan di tingkat lokal dengan berdasarkan pada tataran konsep/teori. Bahwa
untuk pemenuhan hak politik perempuan melalui perbaikan representasi politik
perlu di bentuk kelembagaan non formal untuk dapat mengarahkan para perempuan
potensial untuk mengembangkan diri dan lingkungan sebagai modal politik di
masyarakat.
Para kader
yang terpilih dari setiap kecamatan adalah para Champion by Communnity di masyarakat, yakni perempuan dengan
kemampuan sebagai penggerak bagi terbentuknya berbagai organisasi maupun
kelompok-kelompok yang bekerja dan berjuang bagi peningkatan kapasitas
perempuan untuk mampu terlibat di berbagai forum dan mampu mempengaruhi seluruh
pengambilan keputusan di dari lokus terkecil hingga jenjang pengambilan
keputusan tertinggi. Inilah yang kemudian disebut sebagai potensi kekuatan
penting bagi perempuan untuk menghadirkan motivator dan sebagai simpul
perjuangan dalam pembangunan politik di daerahnya masing-masing. Untuk
mengembangkan potensi kekuatan perempuan tersebut, dan untuk memotivasi atau
meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan, maka diperlukan wadah yang
berasal dari masyarakat dan yang terpenting adalah untuk memecahkan persoalan
di masyarakat. Wadah tersebut dinamakan Ina
Bo’I
(mama sayang), lengkapnya
adalah Pusat Pembelajaran Ina Bo’I
Berbasis Masyarakat.





Tujuan penyelenggaraan
Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat ini adalah untuk meningkatkan
peran perempuan dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan dari unit yang
paling kecil hingga level makro, dalam menyuarakan ketimpangan akibat adanya
disparitas pembangunan dari sisi gender, dengan tujuan jangka pendek, menengah
dan panjang:






































































a.


Jangka
Pendek


:


1.


Terbentuknya tim efektif
yang tertuang dalam Keputusan Gubernur  (Kepgub), terdiri dari : 1) Tim Penyusun Peraturan Gubernur (Pergub); 2) Tim
Penyusun Naskah Kesepemahaman (MoU) antara Pemerintah Provinsi dengan
Pemerintah Kabupaten / Kota Se- Provinsi Nusa Tenggara Timur;
dan 3) Tim Konsultasi Publik dan Sosialisasi Rancangan
Peraturan Gubernur;











2.


Adanya dukungan dari
stakeholder internal dan ekternal;











3.


Adanya dukungan dari Bupati
dan panitia kegiatan pemberdayaan perempuan terkait pelaksanaan sosialisasi
Rancangan Peraturan Gubernur tentang Pedoman Penyelenggaraan Pusat
Pembelajaran Ina Bo’i  Berbasis
Masyarakat;











4.


Tersedianya rancangan
Peraturan Gubernur (Pergub) dan Naskah Kesepemahaman (MoU);











5.


Terlaksananya
konsultasi publik terkait rancangan Peraturan Gubernur tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pusat Pembelajaran Ina Bo’i Berbasis Masyarakat di 6
kabupaten
dan 8 lokasi.


b.


Jangka
menengah


:


1.


Menciptakan
306 champion motivator di 306
kecamatan di Nusa Tenggara Timur melalui seleksi dan pelatihan;











2.


306
Champion terpilih diharapkan dapat
memotivasi perempuan di seluruh Kabupaten di Nusa Tenggara Timur agar dapat
terlibat aktif dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan di tingkat lokal,
mulai Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kepala Desa/Kelurahan, BPD hingga
Kecamatan. 


c.


Jangka
Panjang


:


1.


Pembangunan
politik menjadi lokomotif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan perempuan
dan anak yang meliputi pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi hukum dan
budaya;











2.


Dari
306 Champion terpilih ini dapat menjadi calon pada pemilihan DPRD
kabupaten/kota, DPRD Provinsi hingga DPR-RI dan kelak ada yang mencalonkan
diri sebagai Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah dari tingkat kabupaten
hingga provinsi.






Sedangkan manfaat yang
diperoleh dari inovasi ini adalah:




  1. Menjadikan perempuan mandiri dan berkualitas dengan menjadi agent of change melalui lembaga-lembaga
    pengambilan keputusan;

  2. Terciptanya ruang partisipasi perempuan dalam pembangunan baik untuk
    kepentingan politik, sosial, ekonomi dan budaya
    bersamaan dengan terbentuknya wadah penyaluran aspirasi, advokasi dan
    pendampingan
    di grass root;

  3. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan mulai dari level terendah hingga ke
    jenjang lebih tinggi
    .





Sasaran Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis
Masyarakat
 terdiri dari sasaran
primer (langsung) dan sekunder (tidak langsung). Sasaran Primer adalah 306
Perempuan Potensial di 306 Kecamatan yang dijadikan sebagai
champion motivator dan sasaran
sekundernya adalah Kelompok Masyarakat: perempuan, para pemilih, pemilih
pemula, kelompok marginal dan kaum disabilitas serta Komunitas Pendukung:
lembaga adat, lembaga agama dan media. Penyelenggaraan
Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat dilakukan dengan
beberapa prinsip antara lain:




  1. Pemberdayaan, upaya meningkatkan kemampuan perempuan melalui
    pelaksanaan kegiatan yang berdampak langsung terhadap pemenuhan hak-hak dasar
    masyarakat miskin, marginal, disabilitas dan anak;

  2. Partisipastif, upaya mengedepankan keterlibatan
    aktif perempuan dalam setiap tahapan kegiatan, baik dalam bentuk pemikiran,
    tenaga maupun material sehingga tumbuh rasa memiliki dan rasa tanggung jawab;

  3. Demokratis, pengambilan keputusan dalam setiap tahapan kegiatan
    didasarkan atas musyawarah mufakat dan kesetaraan gender;

  4. Bertumpu pada Sumber Daya Lokal, penetapan
    jenis
    kegiatan didasarkan pada
    ketersediaan potensi dan kecocokan kegiatan sesuai kebutuhan setempat sehingga
    tercapai daya guna dan hasil guna pembangunan;

  5. Efisiensi, menjamin pencapaian target program dalam kurun waktu
    tertentu dengan menggunakan dana dan daya yang tersedia serta dapat
    dipertanggungjawabkan;

  6. Efektivitas, pelaksanaan kegiatan mempertimbangkan prioritas
    masalah dan kebutuhan masyarakat;

  7. Transparansi, manajemen pengelolaan pembangunan
    Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat dilakukan secara transparan dan
    dapat dipertanggungjawabkan;

  8. Keterpaduan dan Keberlanjutan, pembangunan
    Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat dapat dilaksanakan secara
    simultan dengan program-program pembangunan perdesaan lainnya dengan
    memperhatikan keterkaitan dan keberlanjutannnya, sehingga mampu menjawab
    berbagai persolan mendasar setiap tingkatan di desa, kelurahan hingga
    kecamatan.





Untuk menjamin
pembangunan Pusat pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat dapat mencapai
tujuan dan sasaran secara optimal, maka dibentuk Tim Pengarah dan Pelaksana di
Tingkat Provinsi, serta pembentukan kelompok kerja baik di tingkat provinsi dan
Kabupaten/Kota. Sehingga pembangunan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis
Masyarakat untuk dapat mencapai hasil yang optimal harus didukung perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan yang berkualitas. Untuk mewujudkan kebutuhan
tersebut maka harus didukung peran yang optimal dari pemangku kepentingan
pembangunan sebagaimana yang akan dibentuk. Diantaranya adalah mekanisme
seleksi perempuan potensial (champion) dilaksanakan
secara objektif sesuai dengan arah pembangunan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I
Berbasis Masyarakat, dengan memperhatikan kaidah-kaidah perekrutan yang telah
ditetapkan. Selanjutnya kurikulum pusat pembelajaran akan disusun agar
pelaksanaan lebih terarah, sistematis dan sinergi, serta berkelanjutan, serta
berdasarkan kebutuhan lokal baik di tingkat Pemerintah Daerah maupun
kabupaten/kota sehingga memberikan kesempatan bagi perempuan untuk duduk dalam
setiap kedudukan dalam pengambilan keputusan, serta memberlakukan kebijakan
yang responsif gender di setiap bidang.

















Keefektifan
pelaksanaan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat sangat ditentukan
oleh kesepahaman dukungan sumber pembiayaan pemerintah baik oleh pemerintah
pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/Kota. Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi bekerja sama dengan Badan Pemberdayaan
Perempuan atau dengan sebutan lain di kabupaten/Kota, mendesain perencanaan
kegiatan terpadu sehingga masuk dalam perencanaan dan penganggaran pada unit
kerja masing-masing sehingga koordinasi 
dan keberlanjutan program dapat terlaksana dengan baik. Salah satu
dukungan bagi program ini adalah dukungan dana dalam implematasi kerja
pengambilan keputusan di desa, yaitu pemanfaaatan dana desa, yang merupakan
dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Sementara
itu sumber pembiayaan pembangunan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk
mendukung pencapaian target pembanguan daerah melalui Pusat Pembelajaran Ina
Bo’I Berbasis Masyarakat adalah sinergitas program daerah dengan sumber
pendanaan lainnya melalui dana hibah lembaga internasional, investasi swasta
dan dana CSR.





Monitoring yang akan dilakukan
secara efektif dan efisien setiap 4 (empat) bulan dengan melibatkan unsur
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan evaluasi penyelenggaraan
Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur
dilakukan secara berkala oleh Pemerintah Kabupaten/kota yang dilaporkan ke
pemerintah provinsi, dan pelaporan penyelenggaraan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I
Berbasis Masyarakat berfungsi sebagai bahan untuk menilai efisiensi dan
efektivitas terhadap capaian indikator.





Rencana kerja  Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis
Masyarakat tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1) Konsultasi publik rancangan
Peraturan Gubernur di Kabupaten/Kota, 2) Penetapan Peraturan Gubernur Nusa
Tenggara Timur tentang Pedoman Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat
Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan 3) Penetapan MOU antara Pemerintah Provinsi
dengan Pemerintah Kabupaten/Kota tentang strategi Peningkatan Partisipasi
Perempuan dalam Pembangunan Politik melalui Pembentukan Pusat Pembelajaran Ina
Bo’I Berbasis Masyarakat.





Rencana Pusat
Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat tahun 2017-2018 adalah sebagai
berikut: 1) Sosialisasi Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur tentang Pedoman
Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur di
Kabupaten/Kota; 2) Pelaksanaan
Pelatihan (Training of Trainers) bagi
perempuan potensial (champion)
berdasarkan hasil seleksi oleh Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi
dengan Pilot Project di 4 (empat)
Kabupaten/Kota yang mewakili empat region Nusa Tenggara Timur; 3) Pendampingan Penyusunan Rencana Kerja
Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat berdesain lokal (dari oleh dan untuk masyarakat
setempat) di setiap
kabupaten/kota; 4) Monitoring dan
evaluasi.





Rencana Pusat
Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat tahun 2018-2022 adalah sebagai
berikut: 1) Menjadi program
prioritas yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak
pada saat ini dan akan datang, melalui penguatan kapasitas perencanaan dan
penganggaran yang memadai sehingga indikator capaian yang ditetapkan dapat
terealisasi; 2) Monitoring dan Evaluasi.





Konsep pembangunan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Three End + Politic yang meliputi (1) End Violence Against Women and Children (akhiri kekerasan terhadap
perempuan dan anak); (2) End Human
Trafficking
(akhiri perdagangan manusia); dan (3) End Barriers To Economic Justice (akhiri kesenjangan ekonomi) dan
meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan. Three Ends + Politic diharapkan dapat
menjadi arah bagi para pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah dalam
melaksanakan urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dengan
terbentuknya Pusat Pembelajaran Ina Bo’I
Berbasis Masyarkat
sebagai inovasi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur
akan menjadikan perempuan NTT mandiri dan berkualitas dengan menjadi agent of change melalui lembaga-lembaga
pengambilan keputusan.





Demikian proyek
perubahan ini digagas untuk dilaksanakan, dengan tetap memperhatikan berbagai
masukan dalam peningkatan kualitas hingga program dapat terus berkembang dan
menjadi program inovasi unggulan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
di daerah.








Kupang, 10 Agustus 2016


daonlontar.blogspot.com 




Komentar