Korelasi Program Pemberdayaan Perempuan dengan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur







Agenda pembangunan sejatinya adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan upaya meningkatkan kesejahteraan salah satunya
melalui kesetaraan gender. Kesetaraan gender dimaksudkan untuk lebih
meningkatkan peran perempuan melalui akses, partsispasi, kontrol dan mafaat
pembangunan. Sebagai gambaran data, keadaan penduduk NTT tahun 2016 menunjukkan
bahwa secara umum penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Persentase penduduk perempuan sebesar 50,45 persen sedangkan laki-laki sebesar
49,55 persen. Sex ratio penduduk Nusa
Tenggara Timur sebesar 98, artinya dari setiap 100 penduduk perempuan terdapat
98 penduduk laki-laki. Namun disayangkan perempuan mengalami berbagai masalah
dan seolah termarginalkan dalam pembangunan, sehingga diperlukan penguatan
perempuan melalui Be bold for Change, salah
satu upaya penguatan perempuan dalam bidang ekonomi terutama bagi Perempuan
Rawan Sosial Ekonomi (PRSE).




Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) adalah seorang
perempuan dewasa berusia 19 - 59 tahun yang belum menikah atau janda yang tidak
mempunyai penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari. PRSE ini termasuk salah satu jenis dari Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS). Penanganan para Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) sudah seharusnya menjadi salah satu program prioritas pemerintah.
Hal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial. Dalam Undang-Undang tersebut dijabarkan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,
dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.





Sementara itu fakta menunjukkan, bahwa di NTT terdapat banyak
perempuan yang belum memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga untuk mencapai hidup
layak sulit tercapai. Di sisi lain pemerintah pusat hingga daerah memiliki
kewajiban untuk melakukan langkah-langkah rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial hingga perlindungan sosial bagi PMKS yang juga didalamnya
adalah PRSE. Kondisi perempuan di NTT dapat dilihat dari jumlah persentase
perempuan sebagai pengangguran terbuka sebesar 3,30 persen. Persentase
perempuan yang mengurus rumah tangga secara total adalah 25,92 persen.
Sementara itu di tahun 2016 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TKPK) perempuan
yaitu sebesar 64,41 persen lebih rendah dari laki-laki sebesar 81,23 persen.
Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai
dalam masyarakat yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan
perempuan pencari nafkah tambahan serta mengurus rumah tangga.





Persentase perempuan yang bekerja pada
kegiatan formal hanya sebesar 35,52 persen dan yang bekerja pada kegiatan
informal sebesar 45,52 persen. Pekerja perempuan informal terbanyak adalah
sebagai pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar (70,16 persen) dan pekerja
bebas di pertanian (48,01 persen). Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
perempuan secara total sebesar 3,30 persen dan laki-laki sebesar 3,23 persen.





Sementara itu Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi (PRSE), sejatinya juga adalah kelompok keluarga perempuan yang rentan
yaitu Rumah Tangga Miskin dengan Kepala Rumah Tangga Perempuan (RTM-P). Jumlah rumah tangga dengan kepala rumah
tangga perempuan dengan status kesejahteraan 40% terendah di seluruh NTT yaitu
sebanyak 95.372 rumah tangga, tertinggi ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan
(12.019 RT) dan terendah ada di Kabupaten Sumba Tengah (1.126 RT). Apalagi
hampir sebagian besar rumah tangga ini mengantungkan hidup pada orang lain. Dengan
melihat presentase jumlah rumah tangga miskin perempuan 8,60 persen dari jumlah
total rumah tangga di NTT yang berjumlah 1.108.400 Rumah Tangga, dan kemudian
dibandingkan dengan persentase kemiskinan di NTT saat ini sebesar 22,19 persen.
Maka hal ini menunjukan bahwa rumah tangga miskin dengan kepala keluarga
perempuan dapat menyumbang angka kemiskinan yang cukup besar bagi angka
kemiskinan di NTT tahun 2016.





Tabel 1


Jumlah rumah
tangga dengan kepala rumah tangga perempuan dengan status kesejahteraan


40% terendah
seluruh NTT


 


                                Sumber:
BPS NTT





Tabel 2


Perbandingan
RTM-P dengan Jumlah Rumah Tangga di NTT Tahun 2016



                                
Sumber: Olahan DP3A NTT






Tabel 3


Perbandingan
Prosentase RTM-P dengan Prosentase Kemiskinan di NTT Tahun 2016



  


                                         Sumber: Data Olahan DP3A NTT





Dengan melihat kondisi tersebut maka Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak NTT, berupaya dengan kewenangan yang ada yaitu
pelaksanaan Pengarusutamaan gender (PUG) di Provinsi NTT yang merupakan “Suatu strategi mencapai kesetaraan dan  keadilan 
Gender melalui kebijakan & program yang  memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan  permasalahan 
perempuan dan laki- laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
& evaluasi dari seluruh kebijakan & program di berbagai bidang
pembangunan.”





Hal yang dilakukan meliputi penyusunan regulasi terkait dengan kebijakan tentang PUG yang
diharmonisasi dengan peraturan perundang-undangan tingkat nasional,
melaksanakan sosialisasi regulasi kepada jajaran eksekutif, legislatif dan
yudikatif, serta melaksanakan sosialisasi/pelatihan terkait PUG dan PPRG secara
reguler atau berkesinambungan. 
Salah satu wujud dari pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
(PUG) terhadap Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) adalah bagaimana
mengarahkan berbagai sektor pembangunan untuk menjadikan Kepala Rumah Tangga
Perempuan (RTM-P) sebagai sasaran pembangunan melalui berbagai program dan
kegiatan, dengan sasaran pembangunan yang tepat maka penurunan angka kemiskinan
di NTT dapat terlaksana dengan baik.





Berbagai regulasi terkait dengan pelaksanaan PUG di NTT
yaitu: 1) Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 17 tahun 2015 tentang
Tata Cara Pelaksanaan PUG Lingkup Provinsi Nusa Tenggara Timur; 2) Keputusan
Gubernur Nomor 152/KEP/HK/2015 tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender
Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan 3) Surat Edaran Nomor BU.260/01/BP3A/2014,
perihal: Isu Gender dan Perlindungan Anak. Selain itu, Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak juga mempunyai perhatian terhadap perempuan
dalam upaya peningkatan kualitas ekonomi yaitu melalui pelaksanaan Bimtek Manajemen
Usaha dan Peningkatan Hasil Produksi Kelompok Ekonomi Perempuan
, agar
terciptanya kelompok ekonomi perempuan yang produktif dan juga fasilitasi melalui belanja hibah penguatan ekonomi perempuan dari APBD Provinsi NTT. dengan demikian diharapkan terjadinya
penguatan pengetahuan dan skill bagi
perempuan di dunia kerja, disamping itu juga penguatan
kelompok perempuan seperti pemberdayaan Perempuan Kepala
Keluarga (Pekka), Rumah Tangga Miskin Perempuan (RTM-P), Bina Keluarga Tenaga
Kerja Indonesia (BK-TKI), Perempuan Korban Kekerasan dan lain-lain. Melalui
upaya-upaya penguatan ekonomi kelompok perempuan yang terbentuk dilintas
sektoral seperti pendirian
Koperasi Perempuan, Kelompok
Tani Perempuan,
KUB Nelayan Perempuan dan Industri Rumahan (difasilitasi oleh K
ementerian PPPA). Kelompok ekonomi perempuan menjadi fokus dalam
pemberdayaan dan akan terus dikembangkan. Data saat ini menunjukkan di NTT
terdapat koperasi perempuan sebanyak 164 unit, kelompok tani perempuan sebanyak
458 unit dan KUB nelayan perempuan sebanyak 80 unit. Pemberdayaan
kelompok-kelompok ini melalui penguatan kapasitas usaha yang mencakup akses
pelatihan, permodalan, sarana dan prasarana produksi, hingga pemasaran. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan meningkatkan lapangan
kerja bagi perempuan.





Tabel 4


Jumlah Kelembagaan Sosial dan Ekonomi Perempuan se Nusa
Tenggara Timur Tahun 2014







        Sumber: Dinas Koperasi & UMKM, Dinas Pertanian &
Perkebunan, Dinas Perikanan & Kelautan NTT





Ketika pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender (PUG) telah dapat dilaksanakan dengan baik di daerah,
dengan sasaran perempuan rentan. Maka kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan
dan human trafficking dapat
diturunkan. Salah satu pemicu tingginya angka kekerasan dan human traficking terhadap perempuan juga
adalah masalah ekonomi. Data kasus kekerasan terhadap perempuan selalu
meningkat dari tahun ke tahun demikian juga dengan tingginya korban
human trafficking dengan korban perempuan yang semakin bertambah di beberapa
tahun terakhir ini. Hal ini menjadi indikator bahwa penguatan ekonomi bagi
perempuan rawan sosial ekonomi sangat mendesak sebagai upaya dalam pencegahan
kekerasaan human trafficking  agar pemerintah pusat dan daerah bertanggung
jawab dalam pemenuhan kebutuhan material, spiritual, dan sosial bagi warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya melalui penguatan ekonomi. Adalah lebih baik
mencegah dari pada menangani permasalahan sosial perempuan.





Di samping itu dengan memperhatikan peningkatan kasus
kekerasan perempuan dan anak serta human
traficking
tentu menjadi keprihatinan kita bersama, upaya perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan oleh pemerintah telah
dituangkan dalam berbagai regulasi diantaranya telah diterbitkan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Hal
tersebut juga telah direspon oleh berbagai pihak, hampir di seluruh daerah balk
di Provinsi, Kabupaten/Kota membentuk unit layanan penanganan kekerasan dengan
beragam nama seperti women crissis center (WCC), pusat pelayanan terpadu (PPT),
pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) dan lain-lain.
(*)





Kupang, 11 April 2016


daonlontar.blogspot.com









Komentar