Komik Si Buta dari Gua Hantu: Tragedi Larantuka

Adalah komik cerita bergambar karya Ganes TH yang sangat
populer dimasanya antara tahun 1970-an hingga 1980-an. Komik silat dengan tokoh
utama “Si Buta dari Gua Hantu” menjadi karyanya yang monumental dan menjadi
komik antik dan langkah yang diburu para kolektor hingga saat ini. Salah satu
keunikan komik ini adalah kisah perjalanan yang tidak hanya berlatar belakang Jawa
tetapi juga melintasi Bali, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah
hingga ke Flores. Dan hal yang menarik adalah beberapa fakta yang terjadi,
dijadikan latar belakang penulisan komiknya.

Salah satunya adalah peristiwa banjir bandang yang terjadi di Larantuka, pada tanggal 27 Februari 1979 yang menjadi background kisah
“Tr
agedi Larantuka”. Tragedi banjir bandang membawa reuntuhan
material dari gunung Ile Mandiri seperti batu-batu ukuran besar, batu kerikil,
lumpur hingga kayu dari pepohonan. Fakta yang
juga menyebutkan tentang dentuman yang terdengar diakibatkan oleh benturan
batu-batu besar, yang berjatuhan karena terbawa oleh banjir dari gunung
, di tambah dengan gemuruh petir yang membahana. Tentu pertiwa
ini sulit dilupakan oleh masyarakat setempat. Bencana ini mengakibatkan korban
97 orang meninggal, 47 orang hilang, 350 orang mengalami luka-luka dan ribuan
orang harus mengungsi.

Komik Si Buta dari Gua Hantu: Tragedi Larantuka terdiri dari
10 jilid terbitan Sbinmas Kodak Metro cetakan tahun 1980.
Si Buta dari Gua Hantu, dalam episode 10
ini
,
merupakan logi ke tiga/terakhir dari trilogi: Perjalanan ke Neraka, Kabut
Tinombala dan Tragedi Larantuka. Kisah Tragedi Larantuka, dimulai dari akhir
kisah Tinombala. Barda Mandrawata atau Si Buta dari Goa Hantu, memiliki
kesepakatan untuk mengantarkan Meinar seorang janda beserta anaknya bernama
Tara untuk mengunjungi orang tuanya yang sudah lama ditinggalkan di Larantuka
Flores.

Berikut adalah kisahnya. Barda Mandrawata, akhirnya mengantarkan
Meina

dan Tara ke
Larantuka. Setelah pelayaran belasan
hari lamanya, tibalah mereka di Teluk Larantuka. Sesampainya
di desa, sungguh tidak terkira apa yang yang mereka dapati.
Desa tidak ada keramaian seperti d
ahulu, saat ketika Meinar meninggalkan desa
menuju Sulawesi. Bahkan orang-orang telah menghilang dari aktivitas
nya di pantai, seperti nelayan dan pembeli ikan. Rumah-rumah telah
ditinggalkan dalam keadaan kosong, dan tampak lingkungan yang gersang dan
dimana-mana hanya ada kering kerontang.
Padahal dahulunya, Larantuka diceritakan sebagai sebuah desa di lereng gunung, di tepi
sebuah teluk yang permai bagaikan sebutir mutiara di ujung timur Pulau Flores.
Berabad-abad lamanya ia tetap indah dan cantik. Kaya raya dengan hasil bumi
serta lautnya.


Edisi sampul lainnya dari komik Si
Buta dari Gua Hantu: Tragedi Larantuka
(dengan
posisi tongkat ke bawah
)
 
Ternyata ada semacam wabah yang menjangkiti desa kampung halaman
Meinar, desa itu tampak seperti dikutuk melalui wabah penyakit yang
mengakibatkan banyak keluarga Meinar yang meninggal. Bukan hanya manusia,
bangkai anjing dan ternak banyak bergelimpangan di jalan-jalan desa. Baru
kemudian
juga diketahui bahwa desa itu, diserang
wabah anjing gila. Hal inilah yang membuat desa menjadi kosong tanpa pemukim.
Selain itu ada juga gangguan dari gerombolan penjahat yang merampok dan
menghabisi nyawa penduduk di saat wabah terjadi.

Desa ini mengalami wabah bermula dari kedatangan
orang-orang asing
yang tergiur oleh alam floranya. Mereka
membutuhkan hasil bumi dan kayu dari pohon-pohon di hutan dan membabatnya. Para penduduk yang bermata pencaharian nalayan beralih profesi
menjadi penebang pohon, dan akhirnya secara pasti hutan di desa menjadi gundul
hingga yang tertinggal hanya tanah-tanah
kering
dan singkatnya kemudian terjadi berbagai
musibah dari kekeringan, lahan pertanian menjadi rusak hingga gagal panen.
Malapetakapun segera melanda desa ini.
Gerombolan babi hutan turun mencari sumber air dan menyerbu sisa-sisa ladang
yang ada. Menimbulkan kesengsaraan bagi penduduknya. Tuan Dumas, seorang dokter
kulit putih yang sudah lama bermukim di desa tersebut. Dengan dibantu para
penduduk serta pemburu-pemburu asing, mengerahkan ratusan ekor anjing, berhasil
menumpas hama satwa liar itu. Namun musibah lain muncul
lagi,
ratusan ekor anjing telah berkembang biak tanpa terkendali. Sehingga seluruh
desa seakan-akan sudah dikuasai oleh hewan ini. Dan berjangkit pulalah wabah
penyakit anjing gila yang menyebar dengan ganasnya, menimbulkan kepanikan
kepada segenap penduduknya korban-korban pun berjatuhan.
 
Dalam kisah ‘Si
Buta’
ini muncul beberapa tokoh penting disekitarnya. Seperti Tilongka,
ayah Meinar yang telah meninggal. Silas, paman dari Meinar yang masih hidup dan
kemudian dikena
l juga sebagai ‘si cucut putih dari Arafuru’. Tilla, si gundul yang merupakan
ketua dari perguruan ilmu kebatinan aliran hitam, Kubir, si dukun yang sangat
serakah dan penuh tipu daya. Ada juga jagoan silat yang berjuluk ‘empat elang siluman dari Adonara’. Satu
figur lainnya yang hanya disebutkan namanya yaitu Gondewa, ‘srigala berbulu emas’. Dan tokoh yang paling antagonis yang selalu
dibicarakan adalah Brastang, si srigala
bermata api
, kepala begal yang sangat ditakuti di kawasan Nusa Tenggara.
 
Cerita dari awal hingga akhir, semakin pelik karena bersimpul
pada pengejaran harta milik Tilongka, orang tua Meinar. Harta warisan yang
dijaga Silas, untuk memastikan dapat diberikan kepada Meinar dan anaknya. Di
akhir cerita,
  turun hujan yang sangat
deras di desa yang telah mengalami kemarau panjang. Sehingga mengakibatkan
banjir. Hal ini yang mengakitkan tempat tersembunyi gua bawah tanah atau yang
disebut
‘sumur bidadari’ tempat
tersimpannya harta warisan kemasukan air banjir.
  Belum lagi disusul dengan gempa vulkanik dari
gunung api, yang membuat reruntuhan, gemuruh dan banjir lumpur yang datang dari
puncak gunung ke arah perkampungan penduduk.
 
Banjir lumpur mengelindingkan batu-batu raksasa dari puncak gunung,
membasuh seluruh wilayah dari gunung hingga teluk. Kisah ini ditutup dengan
metafora “desa Larantuka itu seperti sebongkah lilin yang cair dan meleleh ke
dalam laut.”

Namun yang menarik adalah kisah lainnya dalam komik ini yaitu
tentang wabah anjing rabies, yang ditahun penulisan komik ini tidak ada atau
sekedar fiksi namun justru menjadi kenyataan kemudian di tahun 1997 atau hampir
dua puluh tahun kemudian! Berdasarkan penelitian
kasus anjing gila tersebut, penularan awal berasal dari tiga ekor anjing yang dibawa oleh nelayan dari Pulau Buton, Sulawesi
Tenggara. Daerah sebelumnya
tersebut adalah daerah yang sedang terjadi wabah rabies. Kasus pertama di Larantuka terjadi pada
November 1997 dan kemudian menyebar ke seluruh Flores. Hingga
saat ini wabah ini
belum hilang sepenuhnya,
sudah puluhan ribu kasus gigitan anjing
rabies, dan diantaranya sudah 200 lebih orang meninggal dunia.

Sang penulis pandai
merangkai fakta dalam fiksi cerita dan kemudian yang menjadi misteri yaitu dapat
meramal fakta dalam fiksi! Demikian sepenggal cerita komik yang melagenda ini
yang kebetulan mengambil setting di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur. (*)

Kupang, 18 Februari 2022
©daonlontar.blogspot.com 































Komentar