Simpang Lima Atambua












Mengunjungi Kota Atambua,
Kabupaten Belu adalah yang pertama kalinya buat saya.
Atambua adalah kota perbatasan dengan Negara Timor
Leste dan berjarak sekitar
289 kilometer dari Kupang dan berada di sentral Pulau Timor. Arti nama Kota
Atambua
diperkirakan berasal dari nama sebuah
tempat
berkumpul orang-orang untuk melakukan aktifitas perdagangan budak. Kemungkinan yang dijadikan budak saat itu adalah orang-orang
yang dianggap memiliki ilmu sihir (suanggi), sehingga ditangkap dan dijadikan
budak. Suanggi dalam
bahasa
Belu (Tetun)
adalah “buan dan untuk budak atau hamba sahaya adalah ata”, sehingga menjadi nama atambua, yang berarti “budak atau hamba suanggi”. Masih menurut cerita bahwa
budak-budak yang telah dibeli dibawa ke pantai utara, saat ini dikenal dengan
nama Pelabuhan Atapupu yang berjarak 48 kilometer dari Kora Atambua. Nama Atapupu
berasal dari kata “ata” untuk budak dan “pupu” (berkumpul) atau juga berasal
dari kata “futu” (diikat), sehingga berarti “tempat budak berkumpul atau budak
diikat”, sambil menunggu kapal untuk di bawa keluar Pulau Timor.
 










Di Kota Atambua, perhatian
saya tertuju pada Simpang Lima yang merupakan ikon dari Kota Atambua.
Simpang Lima Atambua menjadi salah satu pusat aktivitas di Kabupaten Belu, karena disinilah terdapat beberapa unit kantor pemerintah, gedung DPRD, kompleks militer dan Gereja Katedral. Selain itu juga merupakan daerah pertokoan, rumah
makan dan perhotelan/penginapan. Simpang lima
merupakan persimpangan dari lima
ruas jalan
yang ditengahnya dibangun Tugu Pancasila setinggi ± 10
meter, yang
kini menjadi monumen kebanggaan masyarakat
Atambua.
Di arah timur simpang lima terdapat
lapangan umum yang juga biasa disebut sebagai lapangan simpang lima.
























Patung Bupati Pertama Kab. Belu A. A. Bere
Talo di Simpang 5 Atambua






Disinilah pernah digelar Festival Wisata Perbatasan
Timoresia
oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif.
Kegiatan yang merupakan ajang pertemuan
kesenian antara
Indonesia
dan Timor Leste
yang bertujuan
untuk meningkatkan
hubungan kekeluargaan antara warga Indonesia dan Timor Leste, terutama yang
bermukim di
wilayah sepanjang perbatasan kedua negara serta memperkenalkan destinasi baru pariwisata di daerah
perbatasan
. Sejumlah agenda yang digelar seperti pergelaran musik dan
kesenian, bazar barang kerajinan, pameran hingga pacuan kuda.









Toko Simpang Lima Atambua http://www.panoramio.com








Simpang Lima telah banyak menjadi ikon kota-kota kabupaten di nusantara,
seperti Simpang Lima
Purwodadi, Simpang
Lima Banyuwangi, Simpang Lima Tasikmalaya
, Simpang Lima Indramayu, Simpang Lima Kediri dan lain-lain. Begitupun juga terdapat simpang lima yang terletak di ibu kota provinsi seperti Simpang Lima Aceh, Simpang
Lima Semarang dan Simpang Lima

Gorontalo.




Simpang lima menjadi landmark kota-kota yang memiliki lima ruas jalan yang saling bertemu dalam satu titik. Karakteristik
ini
yang dapat membantu penduduk maupun turis untuk
mengorientasikan diri di dalam ruang kota, sehingga oleh beberapa kota dibangun penanda yang unik
bahkan terbilang mewah
, sebut saja alun-alun di Semarang, tugu
jam gadang di Gorontalo,
monumen gumul yang mirip arch dtriomphe
Perancis
di Kediri dan tugu dengan ornamen khas
budaya di Banda Aceh. Ikon kota tersebut telah dikembangkan menjadi destinasi
wisata dengan ajang olah raga, rekreasi, perbelanjaan dan kuliner. Selain itu
dikembangkan pula dengan area pendukung berupa pusat informasi pariwisata, perhotelan,
mall, pertokoan, etalase produk unggulan dan cendramata.







Simpang Lima Banda Aceh http://www.panoramio.com








Simpang Lima Semarang http://scienceker.blogspot.com











Simpang Lima Kediri http://www.kedirikab.go.id





Sebagaimana Simpang Lima Atambua yang biasa juga
disebut sebagai pusat kota, juga demikian halnya dengan alun-alun sebagai
landmark kota Semarang. Persamaannya adalah ketika
Simpang Lima Atambua
dibangun
Tugu Pancasila sebagai representasi angka lima, ideologi dasar negara dan juga sebagai simbol pengukuhan kabupaten terdepan dan perbatasan
Indonesia. Se
mentara itu di Semarang alun-alunnya dinamakan juga
Lapangan
Pancasila sebagai representasi angka lima dari simpang lima di Semarang
dan dasar ideologi negara. Sayangnya Simpang Lima Atambua belum dikembangkan secara
maksimal seperti kota lainnya yang berhasil mengelola simpang limanya, dan juga
belum ditata secara baik karena masih terlihat kabel-kabel yang bersileweran
menghalangi keindahan tugu pancasila di tanah perbatasan! (*)













Kupang, 5 Januari 2013






©daonlontar.blogspot.com













Komentar