Kukila, sebuah kumpulan cerita








Sudah menjadi tradisi bila sebuah
kumpulan tulisan yang dibukukan berupa feature, cerpen atau puisi, akan memilih
salah satu judul tulisan untuk dijadikan judul buku. Hal ini tampak juga pada
buku kumpulan cerpen karya M. Aan Mansyur, terbitan Gramedia Pustaka Utama
tahun 2012, namun judul buku ini seperti tersamarkan oleh judul sedianya “Rahasia
Pohon Rahasia”. Buku yang berjudul “Kukila” ini melengkapi beberapa buku sastra
yang telah ditulis oleh penulis sebelumnya. Siapakah Kukila sesungguhnya
sehingga menjadi hal khusus, karena dijadikan sebuah pembuka di sampul buku ini
yang menyegera menjadi ikon.






Dari 16 cerpen dalam buku ini, tokoh
Kukila muncul dalam empat cerpen, yaitu pertama Kukila sebagai seorang janda
beranak tiga dalam cerpen Rahasia Pohon
Rahasia
, kedua Kukila sebagai seorang mantan pacar dalam cerpen Setengah Lusin Ciuman Pertama, ketiga
Kukila sebagai sebagai seorang isteri dari suami mandul dalam cerpen Tiba-Tiba Aku Florentino Ariza dan keempat, Kukila sebagai seorang ibu
dari dua anak dalam cerpen Tiga Surat
Cinta yang Belum Terkirim
, sebagai kukila yang sesungguhnya, perempuan yang
tersimpan dalam memori dan menjadi jantung dari buku ini, seseorang yang
menjadi berarti bagi penulis. 





Sebenarnya tokoh berpasangan yang
tampak ingin ditonjolkan dalam karya ini adalah tokoh “Kukila” yang berarti
burung dengan tokoh “Pilang” yang berarti pohon, asosiasi ini hingga tiga kali
dimunculkan dalam tiga cerpen dengan penjelasananya. Begitupun dengan tambahan kesan
alam seperti hutan, hijau dan hujan sebagai adverb
atau keterangan. Demikian juga diwakili dengan sampul buku yang berwarna hijau tosca bergambar
perempuan bersama pohon. Seolah buku ini bagian kamuflase dari sebuah surat
yang tidak terkirim, yang sengaja diselipkan dalam buku kumpulan cerpen ini
yang tersamarkan sedemikian juga judul buku yang tersamarkan.





Bagaimana sesunguhnya kedudukan
perempuan dalam kehidupan seseorang yang tak bisa menyimpan segalanya secara
beku dan cenderung mengekspresikannya secara cair. Menarik jika membandingkan
dengan pendapat kaum bijak bahwa perempuanlah yang membuat lelaki menjadi pencipta yang produktif, dapat membuat lelaki menjadi seniman,
penyair dan sastrawan. Sehingga bila seandainya perempuan dihapus dari segala yang
berkaitan dengan dunia sastra, kita akan kehilangan begitu banyak apa yang
selama ini kita nilai sebagai kekayaan sastra dunia. Karena para pencipta
sastralah yang pandai menarasikan kesan dan keindahaan aktual perempuan yang
semula disimpan dalam pikiran dan memori menjadi milestone yang dilihat
oleh orang banyak.





Di sampul belakang buku ini seperti apa yang diungkapkan
oleh Penyair Senior Joko Pinorbo, bahwa penulis memliki ciri khas yaitu
menghadirkan misteri yang tidak diperkirakan pembaca diakhir cerpen-cerpennya.
Memainkan emosi pembaca dengan tenang hingga menemukan makna dari
cerita-ceritanya. Juga menariknya
dalam kumpulan cerpen ini ketika penulis mengikuti mainstream sastra yang mengangkat
hal-hal tabu dalam perbincangan sosial masyarakat yang masih menjunjung norma
kesusilaan ke dalam sastra, seperti hubungan sesama jenis, perkara kemandulan,
perselingkuhan hingga ciuman dewasa di masa belia, dan tentu menjadi genre
sastra dengan cita rasa tersendiri.





Dalam buku ini juga sang penulis pandai menampilkan
karakteristik lokal dalam penamaan orang dan tempat, menjadi sebuah era baru
sastra tanah timur yang masuk dalam konteslasi sastra nasional. Sehingga tak
jarang kita menemukan nama-nama dengan nuansa etnik dan lokus Sulawesi Selatan
seperti nama-nama orang: Baso, Mare,
Male, Sikki, Puang
Satimang, Puang Mana dan lain-lain, serta nama tempat
seperti Mabela (jauh), Macawe (dekat), Maccobo, Makassar, Bone hingga Unhas. Setelah membaca keseluruhan, tiga
cerpen terbaik diantaranya “Lebaran Kali Ini Aku Pulang, “Hujan Deras
Sekali”
dan “Membunuh Mini”. 




Setiap perempuan punya kesempatan untuk berhubungan dengan lelaki pencipta, mereka meninggalkan kesan di hati. Namun ketika mereka pergi dan menyakitkan hati para seniman, penyair dan sastrawan maka mereka akan dikekalkan dalam karya. Demikianlah
kurang lebih membedah sebuah kumpulan cerpen dalam buku ini dari prespektif,
kepada siapa karya ini dipersembahkan. (*)





Kupang, 26
Desember 2013


©daonlontar.blogspot.com






Komentar