Menjadi Mempelai Perempuan








“Ketika
seorang perempuan memutuskan menikah, Ia akan mengecewakan banyak lelaki hanya
untuk dikecewakan oleh seorang lelaki.”
(Helen Rowland)





Kutipan di atas, jika diajukan kepada
seseorang perempuan, Ia akan menolaknya. Namun jika dilihat dari substansi
pernyataan tersebut, mereka seharusnya mengakui bahwa ada hati para lelaki yang
harus dikecewakan, ketika mereka telah memutuskan menikah dengan seseorang yang
menjadi pilihan. Para perempuan hanya menolak jika mereka akan dikecewakan.
Setiap insan punya ekspetasi yang cerah terhadap masa depannya, kita membentuk
harapan bagai sebuah garis yang linear, namun nyatanya kadang garis itu
bergerak acak. Dalam konteks sebuah hubungan personal misalnya, selalu ada
konsekuensi yang harus diterima, dilanjutkan atau berhenti begitu saja, menjadi
dimiliki atau tidak memiliki! Entah dalam perjalanannya kebahagiaan dan
kekecewaan senantiasa dipisahkan oleh jarak yang tak jauh.




Siapa yang tak menginginkan
kebahagiaan, tentu semua akan mendambakan kebahagiaan sebagai bagian
kesempurnaan yang harus dikejar untuk menuju perjalanan kehidupan yang lebih
paripurna. Diantaranya ada yang diuntungkan takdir kebahagiaan dengan
mengabaikan ikhtiar atau sebaliknya ada juga menolak takdir dengan terus melipatgandakan
ikhtiar untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun siapa juga yang tak bisa
menghindari kekecewaan. Kekecewaan mungkin akan datang, kita sebagai yang
dikecewakan atau kita yang akan mengecewakan. Bukankah perempuan menikah untuk
mendapatkan kebahagiaan! Tak ingin melukai perasaan orang lain dan juga tak
ingin kelak dilukai perasaannya.   














Sesungguhnya atau lebih tepat
seharusnya, ekspresi kebahagiaan perempuan yang telah memutuskan menikah, dapat
melunakan jiwa para lelaki yang pernah dikecewakannya. Karena di saat bersamaan
jiwa para lelaki yang pernah dikecewakan akan berdoa, bahwa lelaki yang
membahagiakan perempuan yang pernah dicintainya, tak akan pernah dan tak akan
pernah mengecewakan perempuan yang selalu mereka banggakan. Bukan hanya
perempuan, ruang yang sama diberikan juga kepada para lelaki dengan membalikan
kalimat pernyataan seperti di atas “Ketika seorang lelaki memutuskan menikah,
Ia akan mengecewakan banyak perempuan hanya untuk dikecewakan oleh seorang
perempuan”. Tampaknya tak perlu kita mendiskusikan hal ini, karena perasaan
jiwa dua entitas manusia tak jauh berbeda. 





Sulit mengakhiri tulisan ini, tanpa
bisa memadatkan secara berlahan lembaran demi lembaran, lapisan demi lapisan
hikmah imajiner dan menggulungkannya menjadi bola makna untuk kemudian
digelindingkan membentuk alur yang mudah diresapi dalam batin.





“Pernikahan
itu seperti semangka, engkau hanya akan tahu bagaimana isinya setelah kau
memotongnya.”

(Pepatah Mesir) (*)





Pagi hari - Kupang, 27 Juni 2014


©daonlontar.blogspot.com




Komentar