Akhirnya Menikah!









A’uzubillahiminasyaitonnirojim




Bismillaahirrohmaanirroohiim




Astaghfirullaahhal a’dziim x 3




Alazila illahaillahu wal hayul qaayum
waatubuilaik




Asyhadu Allah illaaha illallaah




Wa’asyhadu anna Muhamad darrosuullulaah




Allah huma shali ala syaidina muhammad
wa’ala ali syaidina Muhammad









Saya terima nikahnya Intan Binti Mansyur
Djelil




dengan mas kawin sebentuk cicin emas




seberat 2,9 gram di bayar tunai!









Demikianlah lafald dan ucapan ketika saya mengakhiri masa
lajang dengan menikahi seorang gadis. Terhitung di umur 32 Tahun ini akhirnya
impian saya untuk duduk di
pelaminan tercapai. Ada rasa gundah ketika
menga
khiri
masa lajang
, tetapi ada juga rasa bangga ketika sudah bisa
membangun rumah tangga sendiri
sebagaimana yang
telah dialami teman-teman seperjuangan sebelumnya
. Kalau menurut standar yang sudah saya
ketahui sejak berseragam putih merah
, bahwa usia ideal perkawinanan atau disebut
dengan Pasangan usia Subur (PUS)
adalah 20 tahun bagi perempuan dan 25 bagi
laki-laki, maka saya
telah tertunda selama tujuh tahun lamanya.
Namun bis
a dibilang usia bukan sekedar faktor utama, ada hal lain yang perlu dipertimbangkan
yaitu jodoh,
persiapan materi dan
kesiapan

mental. Dan
alhamdulillah ketiga hal tersebut telah terpenuhi bagi
saya.











Tak menyangka juga bahwa semua tahapan telah dilalui dalam
proses
panjang pernikahan ini, di mulai dari perkenalan (pacaran) yang
termasuk dalam kategori long distance relationship (LDR)
selama setahun lebih
,
melamar, mengurus semua surat-surat persiapan menikah, bimbingan menikah di
Kantor Urusan Agama (KUA), malam pacar hingga menikah, dan kemudian dilanjutkan
dengan silahturahmi dengan keluarga sebagaimana aturan adat
setempat.









Walau terbilang hanya peristiwa sehari, bahkan kurang dari
sehari atau hanya beberapa menit saja proses akad nikah
berlangsung. Tetapi peristiwa sakral bagi
saya
ini akan membekas
sepanjang hidup saya, bahwa saya telah

mengikrarkan diri dengan
menanggung seorang isteri untuk menemaninya
sepanjang masa. Bagaiman
apun berumah tangga adalah perjalanan
panjang di sisa hidup yang tersisa. Tak ada lagi kebebasan di masa lajang
ketika hamp
ir semua keputusan dapat di ambil
sendiri
. Kini
segala keputusan harus didiskusikan dengan isteri tercinta. Namun
sesungguhnya melalui perkawinan dapat memberikan jaminan ketentraman bagi
hidup. Kini hidup tidak lagi sendirian, sudah seatap dengan seseorang yang
menjadi tempat berbagi terbaik dalam duka dan suka. Mempertemukan kedua latar
belakang yang berbeda tentu bukanlah hal yang mudah butuh cinta
,
juga butuh komitmen dalam mengarugi bahtera perkawinan
ini.









Menikah adalah mengisi substansi hidup yang sebelumnya kosong,
karena eksistensi manusia yang belum
menikah
adalah belum
sempurna.
Hal inilah yang kemudian dianalogikan dengan laki-laki
yang
kehilangan tulang rusuknya dan perempuan dat
ang untuk melengkapi kekurangan tulang
rusu
k
yang dimiliki oleh laki-laki. Kekosongan eksistensi inilah yang dapat dijadikan
alasan rasional kenapa manusia harus melewati tahapan yang namanya perkawinan.
Saling melengkapi dengan memberi dan menerima,

yang
seiring waktu hal
ini akan menjadi
dasar dalam pengembangan diri masing-masing untuk menuju pendewasaan dan kematangan dalam menjalani kehidupan bersama yang bahagia.
















Selain calon pengantin perempuan yang menggunakan henna pada
malam pengantin atau
disebut juga
dengan malam pacar. Dalam tradisi Muslim
Ende, juga
menggunakan henna atau pacar di kedua kuku jempol pada pengantin laki-laki di
malam
yang sama
, (yang juga disebut dengan malam debaah) sebagai simbol
bahwa yang bersangkutan telah melangsungkan pernikanan,
yang akan hilang
dengan sendirinya sekitar 4 atau 5 bulan lamanya. (*)














Ende, 23 November 2014

©daonlontar.blogspot.com








Komentar