Khotbah Sastrawi











Sebagai muslim kita sudah terbiasa
mendengar khotbah di hampir setiap jumatan, tarawih atau hari raya. Namun
pertanyaannya, apakah semua khotbah itu memberikan pengaruh pada sanubari kita
sebagai pendengar. Sebagai jamaah sholat, kita punya ribuan kali pengalaman
mendengarkan ceramah khotbah dari para khatib, dan ribuan kali juga kita
mempunyai kesempatan untuk menilai apakah ceramah itu berkesan atau tidak. Tak
jarang sebagai jamaah kita tak menangkap sepatah katapun yang diucapkan khatib.
Begitu banyak hal yang masuk dalam pikiran kita dan menganggu, sehingga tubuh
kita berada di mesjid namun jiwa kita seolah terbang ke permasalahan hidup yang
belum terselesaikan di luar sana. Ibarat masuk telinga kiri keluar lagi telinga
kanan. Kadang banyak jamaah yang tertidur karena ceramah khatib yang dingin,
sehingga muncul penilaian bahwa sesi ceramah hanya membuang waktu para jamaah
yang telah rela meninggalkan kesibukannya. Padahal sesungguhnya khotbah adalah
syarat sahnya solat jumatan dan pelengkap ibadah solat lainnya, bahkan ada yang
menilai jika jamaah tidak mendengarkan khotbah dengan baik akan dianggap kelalaian
dan bisa diganjar dosa.





Justru seharusnya khotbah dapat menenangkan
jiwa dan pikiran sejenak yang terusik dari berbagai urusan keduniaan. Maka
sebagai jamaah, ceramah adalah salah satu wahana yang bisa menentramkan jiwa
kita, ibarat gelas kosong yang diisi dengan air yang sejuk. Khotbah sebagai
siraman ruhani terhadap jasmani kita yang lemah dan selalu membawa kita pada
pencerahan. Namun tak semua khatib, memiliki kepandaian menerjemahkan retorika
dalam khotbah atau dapat membawakan khotbah secara retoris, sehingga secara
persuasif dapat mengajak jemaah menuju jalan kebaikan. Hakikat dan substansi
khotbah seharusnya bisa diresapi oleh setiap jemaah. Banyak khatib yang
membawakan khotbah dengan datar dan seadanya, hingga patut menjadi catatan bagi
para khatib untuk bisa meningkatkan kualitas ceramah yang akan dibawakan.
Ceramah khotbah tidak dimaksudkan untuk mengisi waktu tetapi menggenapi rukun
dalam rangka meningkatkan kualitas iman.





Berbeda dengan talkshow berisikan ceramah keagamaan di banyak televisi nasional yang
memungkinkan komunikasi dua arah, maka khotbah hanyalah komunikasi satu arah
antara satu orang pembicara dengan jamaah yang banyak. Khotbah bukanlah laporan
sidang yang dapat diinterupsi, tetapi khotbah dalam tradisi Islam adalah
sebagaimana yang kita lihat hingga hari ini merupakan komunikasi satu arah. Layaknya
sebuah arahan yang diikuti, didengar dan diresapi dan tentunya bukan sebuah taklid
buta semata. Khotbah harusnya berisi substansi yang universal memperlihatkan hamblun minallah hamblun minnaas,
hubungan manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia. Karena pakem satu
arah itu, khotbah menjadi sarana menesehati, bukan dialog untuk menghasilkan
perdebatan. Begitu spesifiknya khotbah, sehingga para khatib, isi khotbah dan
cara penyampaian dapat menjadi perhatian untuk terus di telaah.





Kali ini di sholat idul fitri saya
menemukan sosok khatib yang pandai membawakan ceramah, sehingga saya sebagai
jamaah tak pernah membuang pikiran ke tempat lain dan hanya tertuju ke isi
pidato yang dibawakannya. Terlepas dari khatib yang berlatar belakang militer
dengan pangkat mayor, suaranya tegas, padat dengan substansi khotbah yang
dikemas dalam bahasa sastrawi. Menggunakan analogi dengan berbagai kiasannya, membuat
jiwa pendengar terasa tergerak untuk melakukan perubahan dengan berusaha
berbuat baik dan meninggalkan yang jahat atau buruk. Bahasanya begitu membekas,
sarat dengan nilai-nila yang ditinjau dari berbagai aspek seperti antropologi,
sosialogi hingga aspek ekonomi. Khotbah yang memaparkan struktur permaslahaan
umat kekinian hingga solusi kehidupan umat yang lebih baik. Isi khotbah yang
dipersiapkan, ditulis dengan kedalaman intelektual dan pilihan bahasa yang
agung. Seolah kita berada di antara massa yang besar sedang mendengarkan arahan
dari orang yang disegani dan dipatuhi.





Khotbah memiliki peran penting dalam
ibadah, dengan khotbah keimanan dan ukuwah dapat terwujud, dan bahkan saya
berpikir, khotbah dapat dijadikan sebagai bahan kajian ilmiah. Karena menurut
saya belum ada kajian empiris yang menghubungkan khotbah dengan pembentukan
keimanan umat dalam tataran ritus hingga sosialogis. Terutama untuk khotbah-khotbah
yang menyejukkan jiwa, khotbah yang sastrawi!. (*)








Minal aidin wal faidzin, Mohon maaf lahir dan bathin


Kupang, 1 Syahwal 1436 H / 17 Juli 2015 M

©daonlontar.blogspot.com







Komentar