Ruang hampa dari yang tersisa







Kita tak menyadari sepenuhnya bahwa ruang dan waktu adalah
dimensi yang selalu
menjalin dalam kehidupan kita, dalam pikiran, emosi
dan tingkah laku kita.
Ruang dan waktu ibarat dua buah sisi logam yang saling
melengkapi, bukan sebaliknya untuk diundi. Ruang bisa melebur bersama waktu,
dan waktu bisa membawa pergi ruang dalam sejarah. Kita hanya entitas yang
singgah dalam dimensi ruang dan kemudian waktu yang harus memisahkan kita. Waktu
terus bergulir seperti bola yang terus mengeliding tanpa henti, meninggalkan kita
dibelakang yang masih menyimpan kenangan dengan melekatkan jiwa kita pada
ruang-ruang yang mulai usang.

















Apa yang kemudian kita sebut dengan kemarin, bisa saja
terulang tetapi mungkin dengan suasana dan lingkungan yang sudah berbeda dan
berubah.
Hanya kuasa Allah yang bisa mengembalikan masa yang telah dilewati,
lengkap dengan ruang dan waktu yang sama. Sebagian masih ada dan eksis, sebagian
lagi sudah luruh dan terbangun yang baru, atau bahkan telah tiada sama sekali. Garis
sejarah tak pernah linear, ada gerakan-gerakan acak yang memungkinkan sesuatu
kembali terulang. Dari lorong, selasar hingga ruangan
menyimpan kosmos sejarah yang tersimpan dalam ingatan
. Sayangnya begitu ingatan memudar dan mati menghilang, lantas hanya
tersimpan dalam byte dan byte digital
atau ditulisan-tulisan hening tanpa pembaca. Kita tak bisa membawanya utuh, hanya terbawa dalam
larik-larik puisi, serpihan-serpihan ingatan dan bab-bab yang tidak pernah
tertulis lagi.
























Hidup memang tak
seperti drama yang skenarionya sudah digengaman dan material visualnya sudah
diatur, beserta dengan durasi yang telah ditentukan. Tidak seperti itu, hidup tidak
demikian di-setting. Tetapi begitu
menjadi misterius ketika ruang dan waktu mengacak kita akan berdiri di mana,
duduk di mana dan berbaring di mana, lalu menyendiri, bertemu dengan siapa,
berkumpul dengan siapa, serta kapan semua itu terjadi. Hidup itu seperti air di
sungai dari hulu, mengalir dalam genangan dan berdiam lama dalam kubangan,
kemudian terus mengalir pelan hingga deras dalam arus dingin dan panas,
berkumpul menjadi lebih deras hingga di ujung tanah, menjadi lebih deras dalam
ketinggian terjun hingga mengular pelan dan berakhir di muara lautan samudera.
































Kenangan semakin tak
ternilai, ketika telah melewati setiap dasawarsa, tak pernah ada yang melewati
angka lebih dari sepuluh dasawarsa. Hanya sejarah yang bisa tertulis dan didaur
ulang menjadi milestone tentang hidup dan kehidupan ini yang akan ditengok oleh
generasi mendatang, tak perlu dipaksakan karena zaman telah berubah, romantisme
hidup setiap manusia tak pernah sama. Kalaupun ada yang sama itu hanya terjadi
di ruang dan waktu yang berbeda.(*)








Kupang, 01 Agustus 2016


daonlontar.blogspot.com

Komentar