Kosmologi Timor






Foto credit: EL Ghyzel Glenn





Raputasi besar keberadaan manusia di
kehidupan ini
adalah karena manusia memiliki akal pikiran. Dan akal yang menentukan
sikap dan pola tingkah laku selanjutnya dan kemudian menjadi pandangan yang
harus ditempuhnya. Masyarakat Timor sebagai entitas awal penghuni pulau Timor
telah memiliki keakraban dengan pandangan khusus tentang alam semesta, tentang
kosmos. Inilah menjadi dasar awal pandangan dan penilaian terhadap kosmos.
Relasi pola hubungan dasar ini yang dibangun dalam sebuah tata tertib kosmos
dan membentuk pola berpikir kosmis, di mana manusia hanyalah sebuah bagian
kecil dari alam semesta ini, atau sebagai pelengkap kosmos yang terletak
menetap dalam peredaran di raya ini.






Kalau manusia
sebagai perpaduan antara ruh dan fisik dalam alam raya ini, melenceng dari
garis edarnya maka akan terjadi ketidakseimbangan kosmis. Karena ada yang
saling berbenturan, untuk itu manusia sebagai pemilik akal dan pengendali mampu
merawat kosmos ini terus berada dalam keseimbangannya. Keyakinan ini sudah ada
sebelum agama-agama besar masuk di Pulau Timor. Masyarakat adat yang terus
menjaga tradisi adalah untuk menetapkan bahwa kosmoslogi tetap terjaga dan terus
dalam peredaran yang telah ditentukan. Masyarakat yang terus menjaga tradisi
adalah masyarakat adat yang berkeyakinan bahwa tiap bagian dalam alam semesta
ini merupakan bagian-bagian dari suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Bila
satu bagian berubah sedikit saja, maka mengancam keberadaan subuah sistem besar
ini.





Suku-suku bangsa di
Pulau Timor menyadari bahwa kehidupan manusia harus disesuaikan dengan tertib
keseluruhan alam raya, kalau ingin mengelola alam ini maka harus ada tata
tertib yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Inilah yang
kemudian dinamakan kesimbangan berhubungan dengan kekuatan-kekuatan yang ada di
langit dan bumi. Tidak mengherankan jika masyarakat adat ingin melakukan
sesuatu perubahan pada alamnya maka perlu dilakukan upacara adat, untuk
menghormati alam tersebut. Diambilnya sesuatu dari alam dengan tidak berlebihan
dan tetap menjaga kelestariannya atau keseimbanganya.





Dalam tradisi
msyarakat Timor, raja sebagai pemimpin adalah perwujudan kekuatan langit dan
bumi. Hal ini tercermin dari hiasan yang dikenakan seorang raja, seperti belak (matahari), kaibauk (bulan) dan morten
(bintang).
Sebagai gabungan relasi antara kekuatan langit dan bumi, juga berlaku antara
hubungan antara orang yang sudah mati dan orang yang masih hidup. Dua dunia
yang dianggap berbeda tetapi tidak terpisahkan karena erat hubungannya. Karena
keduanya saling melengkapi dan tetap dalam keseimbangannya. Demikian juga hiasan dan ornament yang memperindah rumah adat merupakan
stilisasi bulan, bintang dan matahari. Benda-benda perkakas sehari
-hari  dari pakaian,
perhiasan sampai pedang dihiasi dengan pola hias bulan, bintang dan matahari
.





Hubungan antara
manusia yang masih hidup dengan yang sudah mati dalam wujud arwah menjadi suatu
relasi yang mistis. Kesatuan keduanya terbina dalam pola tingkah laku
tradisional berupa upaya manusia dalam rangka mengadakan kontak dengan para
arwah lelulur atau nenek moyang. Mengadakan hubungan dengan para leluhur adalah
sebuah kewajiban yang harus terus dilakanakan. Menurut kepercayaan, arwah
leluhurlah yang mengisi kekuatan gaib yang ada di langit maupun di bumi. Bila
mana hubungan ini putus, maka tidak ada yang memberi kekuatan gaib kepada
manusia dalam menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam lingkungannya.
Mereka beranggapan bahwa para arwah leluhur akan selalu mengawasi dan menghukum
manusia dan keturnan-keturunannya yang berani melanggar keseimbangan antara
manusia dengan alam lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya ketika para petani
mengelola lahan pertanian tanpa upacara, maka dia telah melakukan sesuatu yang dianggap
sembarangan atau tidak tahu adat karena melakukan sesuatu tanpa upacara.
Upacara adat dilakukan sebagai usaha untuk menetralkan ketidakseimbangan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia terhadap alam sekitarnya. Upacara juga
sebagai media kontak antara para mereka yang masih hidup dengan para leluhurnya,
dengan harapan meminta bantuan tenaga gaibnya. Sehingga relasi dengan alam
adalah upaya dilakukan melalui upacara-upacara untuk mendapatkan hujan, sinar
matahari hingga mendapatkan keturunan, kesehatan dan  kesejahteraan.





Selain
upacara-upacara yang dilakukan, di samping itu untuk memelihara hubungan dengan
para leluhur, maka nama-nama bayi yang baru lahir diberikan nama-nama nenek moyang,
jika ada anak yang sering sakit maka nama yang disandangnya tidak cocok
sehingga harus diganti dengan nama lain para leluhur. Ini menunjukkan bahwa
pengambilan nama-nama para leluhur didasarkan pada keyakinan bahwa nenek moyang
dapat mewujudkan kembali melalui 
bayi-bayi yang baru lahir, sehingga ini bisa dikatakan bahwa ada pola
reinkranansi bahwa hidup di dunia ini kekal, sedangkan kehidupan di akherat
hanya bersifat sementara saja.





Orang Timor juga
percaya bahwa ada mahluk-mahluk gaib yang mendiami tempat-tempat tertentu
seperti hutan-hutan, mata air, sungai-sungai hingga pohon-pohon besar. Ada
mahhluk yang bersifat baik dan jahat sebagai penjaga tempat-tempat yang didiaminya.
Selain mendiami tempat-tempat tersebut mahluk gaib juga dianggap mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap jalan hidup manusia. Sehingga berbagai malapetaka,
seperti sakit, sial dan kecelakaan datang dari mahluk gaib karena telah lalai
dalam menjalankan ritual dengan memberikan persembahan misalnya. Jika terjadi
demikian biasanya dipanggilkan seorang dukun untuk menemukan sumber dari
terjadinya permasalahaan tersebut dan kemudian berusaha untuk menolakanya
dengan menggunakan obat-obatan, ramuan, jimat dan mantra-mantra yang dianggap mampu
untuk mengusir atau mengalahkan mahluk gaib tersebut. Kedatangan agama di pulau
Timor mulai mendegradasikan kebudayaan tersebut. (*)





Kupang, 10 Mei 2018


@daonlontar.blogspot.com





Komentar